WELCOME



:: MUSAFIRAH DI DUNIA YANG SEMENTARA ::





MUSLIMAT


Monday, February 22, 2010

Hidayah Allah....

Bismillahirrahmanirrahim....

Alhamdulillah, Maha Suci Allah..syukur kerana masih d beri nikmat Iman dan Islam d kala saat manusia semakin hilang arah tujuan. Di kala umat Islam digemparkan dengan pelbagai berita yg kurang menyenangkan terutama masalah sosial yg blaku dalam klgn remaja, masalah zina yg akhirnya membawa kpd pelbagai kes sama ada pembuangan mahupun pembunuhan bayi... nauzubillah...

Di manakah kita di saat ini? Apakah tindakan kita bila mendengar kes2 spt ini? seakan sudah biasa, menjadi santapan mata dan telinga...Ya Allah, moga d jauhkan kita semua drpd tergolong dallam kalangan orang yg meminggirkan syariat Allah...Ingatlah nikmat yg kita kecapi d dunia hanyalah sementara, kehidupan d akhirat lah yg kekal abadi..

sedarlah, kita d beri pilihan untuk memilih,hidayah atau dhalalah(kesesatan).
Hidayah ialah petunjuk jalan bg memastukan perjalanan hidup seseorang itu berada atas landasan yg betul dan lurus.

Hidayah membantu manusia untuk mengawal nafsu dengan baik. walaupun kita di goda dgn pelbagai ancaman, namun dengan bersenjatakn hidayah Allah, InsyaAllah kita mampu menepis segala godaan duniawi.

Namun, tidak semua orang mampu memiliki hidayah Allah, krn hidayah Allah milik orang yg benar2 berusaha untuk mendapatkannya. antara cara terbaik untuk mendapat hidayah Allah ialah mndekatkan diri kpd Allah. Allah memilih org2 tertentu yg dikehendaki Nya utk di kurniakan hidayah, tiada siapa yg mgetahui sama ada dia tgolong dln golongan org2 yg dberi hidayah atau tidak. justeru, kita hendaklah sentiasa berdoa dan berikhtiar bersungguh2 semoga kita termasuk dlm kalgn orang yg terpilih...
wallahua'lam...

Saturday, February 20, 2010

Bilal bin Rabah

Bilal bin Rabah: Suara Emas dari Ethiopia

Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah, Bilal
bin Rabbah, salah seorang sahabat utama, bermimpi dalam
tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu dengan Rasulullah.

"Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu,"
demikian Rasulullah berkata dalam mimpi Bilal.
"Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu dan
mencium harum aroma tubuhmu," kata Bilal masih dalam
mimpin-ya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan
Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia
dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah
seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal
segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru
kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk
Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi
junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar terbungkus rasa haru. Kenangan
semasa Rasulullah masih bersama mereka kembali hadir,
seakan baru kemarin saja Rasulullah tiada. Satu persatu dari
mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia
mulia itu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh
kenangan dengan nabi tercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat
meminta Bilal mengumandangkan adzan Maghrib jika tiba
waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lama tidak menjadi
muadzin sejak Rasulullah tiada. Seolah, penduduk Madinah ingin
menggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan
yang dikumandangkan Bilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun
menerima dan bersedia menjadi muadzin kali itu. Senjapun
datang mengantar malam, dan Bilal mengumandangkan adzan.
Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolah
tercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua
penduduk Madinah meneteskan air mata. "Marhaban ya
Rasulullah," bisik salah seorang dari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak
untuk mengumandangkan adzan setelah Rasulullah wafat.
Waktu itu, beber-apa saat setelah malaikat maut menjemput
kekasih Allah, Muhammad, Bilal mengumandangkan adzan.
Jenazah Rasulullah, belum dimakam-kan. Satu persatu kalimat
adzan dikumandangkan sampai pada kalimat, "Asyhadu anna
Muhammadarrasulullah." Tangis penduduk Madinah yang
mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yang
hendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah, Rasulullah telah dimakamkan, Abu Bakar
meminta Bilal untuk adzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu
Bakar.

Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu
membe-baskan demi kepentinganmu, maka aku akan
mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kau dulu
membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku."
"Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar.
"Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal.
"Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggal
Rasulullah," lanjut Bilal.
"Kalau demikian, terserah apa maumu," jawab Abu Bakar.

***

Di atas, adalah sepenggal kisah tentang Bilal bin Rabah, salah
seorang sahabat dekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal
adalah seorang keturunan Afrika, Habasyah tepatnya. Kini
Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia.

Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi
dan besar, begitulah Bilal. Pada mulanya, ia adalah budak
seorang bangsawan Makkah, Umayyah bin Khalaf. Meski Bilal
adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insya
Allah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat
mudah menerima hidayah saat Rasulullah berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi
salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang
berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup dan mati,
begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab.

Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai
ganjarannya, Bilal di siksa dengan berbagai cara. Sampai
datang padanya Abu Bakar yang membebaskannya dengan
sejumlah uang tebusan.

Bisa dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk
orang yang pilih tanding dalam mempertahankan agamanya.
Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata, orang yang pertama kali
menampak-kan keislamannya adalah Rasulullah. Kemudian
setelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan
keluarganya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad.

Selain Allah tentunya, Rasulullah dilindungi oleh paman beliau.
Dan Abu Bakar dilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial,
orang paling lemah saat itu adalah Bilal. Ia seorang perantauan,
budak belian pula, tak ada yang membela. Bilal, hidup sebatang
kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau tak
berdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan
walin-ya, itu lebih cukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah
bin Khalaf, sang majikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa
Bilal saja. Setelah puas hatinya menyiksa Bilal, Umayyah pun
menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafir berandalan.
Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang
jalan. Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad,"
puluhan kali dari bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat
lemah, tapi tidak di mata Allah. Ada satu riwayat yang
membukti-kan betapa Allah memberikan kedudukan yang mulai
di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal untuk menghadap.
Rasulullah ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang
menja-dikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang
Rasulullah.

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di
dalam surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut
bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya
Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu
dan shalat sunnah dua rakaat."

"Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah
membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin
Rabah di sisi Allah.
Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan
merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati
kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak
belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai
muadzin saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Saat
itu, Bilal sudah bermukim di Syiria dan Umar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk
mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal
pun naik ke atas menara dan bergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah, yang ada di sana menangis tak
terkecuali. Dan di antara mereka, tangis yang paling kencang
dan keras adalah tangis Umar bin Khattab. Dan itu, menjadi
adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya tak kuasa
menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir
zaman.

syukur pada Mu ya Allah..

Alhamdulillah...selamat sampai d ump.... jam 4.45 pm..
hari ne sempat bawa bekal.time kasih abah sebab masakkan untuk saya, terima kasih emak sebab bantu saya bkemas....saya sgt bsyukur kerana d kurniakan oleh Allah ibu bapa yg sgt penyayang n mgambil berat ttg anak2 nya... kadang2 saya sendiri merasa telalu d manjakan mcm budak sekolah rendah jer...mak dan ayah terlalu risau ttg keadaan diri saya....rasa ksh sayang itu adalah cebisan dr sifat Allah yg Maha pengasih lg Maha penyayang yg d campakkan ke dalam hati ke dua ibu bapa saya.... jika begitu, bagaimana pula Allah, tentulah rasa kasih n sayang Nya pd hamba2 Nya meleebihi segalanya...pasti Allah begitu kasih pada kita semua, lihat sj segala nikmat yg telah Allah beri kpd kita yg sedar atau tidak.... Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim... setinggi syukur pd Mu atas segala2nya....

Thursday, February 11, 2010

Taubat & kondisi hati

HATI adalah organ yang paling utama dalam tubuh manusia dan nikmat paling agung diberikan oleh Allah. Hati menjadi tempat Allah membuat penilaian terhadap hamba-Nya. Pada hatilah letaknya niat seseorang. Niat yang ikhlas itu akan diberi pahala oleh Allah.

Hati perlu dijaga dan dipelihara dengan baik agar tidak rosak, sakit, buta, keras dan lebih-lebih lagi tidak mati. Sekiranya berlaku pada hati keadaan seperti ini, kesannya adalah membabitkan seluruh anggota tubuh badan manusia. Maka, akan lahirlah penyakit masyarakat berpunca dari hati yang sudah rosak itu.

Justeru, hati adalah amanah yang wajib dijaga sebagaimana kita diamanahkan untuk menjaga mata, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya daripada berbuat dosa dan maksiat.

Hati yang hitam ialah hati yang menjadi gelap kerana dosa. Setiap satu dosa yang dilakukan tanpa bertaubat itu akan menyebabkan terjadinya satu titik hitam pada hati. Itu baru satu dosa. Maka bayangkanlah bagaimana pula kalau sepuluh dosa? Seratus dosa? Seribu dosa? Alangkah hitam dan kotornya hati ketika itu.

Perkara ini jelas digambarkan dalam hadis Rasulullah bermaksud: “Siapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya setitik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu daripada hatinya.

Jika dia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus merebak hingga seluruh hatinya menjadi hitam.” (Hadis riwayat Ibn Majah).

Hadis ini selari dengan firman Allah yang bermaksud “Sebenarnya ayat-ayat Kami tidak ada cacatnya, bahkan mata hati mereka telah diseliputi kekotoran dosa dengan sebab perbuatan kufur dan maksiat yang mereka kerjakan.” (Surah al-Muthaffifiin, ayat 14).

Hati yang kotor dan hitam akan menjadi keras. Apabila hati keras, kemanisan dan kelazatan beribadat tidak dapat dirasakan. Ia akan menjadi penghalang kepada masuknya nur iman dan ilmu. Belajar sebanyak mana pun ilmu yang bermanfaat atau ilmu yang boleh memandu kita, namun ilmu itu tidak akan masuk ke dalam hati, kalau pun kita faham, tidak ada daya dan kekuatan kita untuk mengamalkannya.

Allah berfirman yang bermaksud “Kemudian selepas itu, hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Pada hal antara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir sungai daripadanya, dan ada pula antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar mata air daripadanya.

“Dan ada juga antaranya yang jatuh ke bawah kerana takut kepada Allah sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Baqarah, ayat 74).

Begitulah Allah mendatangkan contoh dan menerangkan bahawa batu yang keras itu pun ada kalanya boleh mengalirkan air dan boleh terpecah kerana amat takutkan Allah.

Oleh itu, apakah hati manusia lebih keras daripada batu hingga tidak boleh menerima petunjuk dan hidayah daripada Allah.

Perkara yang paling membimbangkan ialah apabila hati mati akan berlakulah kemusnahan yang amat besar terhadap manusia.

Matinya hati adalah bencana dan malapetaka besar yang bakal menghitamkan seluruh kehidupan. Inilah natijahnya apabila kita lalai dan cuai mengubati dan membersihkan hati kita. Kegagalan kita menghidupkan hati akan dipertanggungjawabkan oleh Allah pada akhirat kelak.

Persoalannya sekarang, kenapa hati mati? Hati itu mati disebabkan perkara berikut:

Pertama: Hati mati kerana tidak berfungsi mengikut perintah Allah iaitu tidak mengambil iktibar dan pengajaran daripada didikan dan ujian Allah.

Allah berfirman bermaksud “Maka kecelakaan besarlah bagi orang yang keras membatu hatinya daripada menerima peringatan yang diberi oleh Allah. Mereka yang demikian keadaannya adalah dalam kesesatan yang nyata.” (Surah al-Zumar, ayat 22).

Kedua: Hati juga mati jika tidak diberikan makanan dan santapan rohani sewajarnya. Kalau tubuh badan boleh mati kerana tuannya tidak makan dan tidak minum, begitulah juga hati.

Apabila ia tidak diberikan santapan dan tidak diubati, ia bukan saja akan sakit dan buta, malah akan mati akhirnya.

Santapan rohani yang dimaksudkan itu ialah zikrullah dan muhasabah diri.

Oleh itu, jaga dan peliharalah hati dengan sebaik-baiknya supaya tidak menjadi kotor, hitam, keras, sakit, buta dan mati. Gilap dan bersihkannya dengan cara banyak mengingati Allah (berzikir).

Firman Allah bermaksud “Iaitu orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan mengingati Allah. Ketahuilah! Dengan mengingati Allah itu tenang tenteramlah hati manusia.” (Surah al-Ra’d, ayat 28)

Firman-Nya lagi bermaksud “Hari yang padanya harta benda dan anak-anak tidak dapat memberikan sebarang pertolongan, kecuali harta benda dan anak-anak orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera daripada syirik dan munafik.” (Surah al-Syura, ayat 88 – 89)

Sucikanlah 4 hal dengan 4 perkara :
“Wajahmu dengan linangan air mata keinsafan,
Lidahmu basah dengan berzikir kepada Penciptamu,
Hatimu takut dan gementar kepada kehebatan Rabbmu,
..dan dosa-dosa yang silam di sulami dengan taubat kepada Dzat yang Memiliki mu.”


Keluarga Ukhuwah Islamiyah

Wednesday, February 10, 2010

Mar’ah (wanita) Muslimah

Bismillahirrahmaanirrahiim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(At-Tahrim: 6)

Seseorang menuliskan untukku sebuah surat yang pada intinya meminta agar saya berkenan menulis tentang wanita dan sikapnya terhadap lelaki. Juga Sebaliknya, sikap lelaki terhadap wanita, pendapat Islam tentang hal itu, dan upaya menganjurkan manusia agar berpegang teguh dengannya serta mau menerapkan hukum-hukumnya.

Bukan berarti saya bodoh akan urgensi bahasan seperti ihi kalau saya tidak serta merta mengikuti permintaan tersebut. Bukan pula tidak mengetahui akan posisi wanita dalam percaturan bangsa. Bahkan ia setengah yang paling menentukan dalam kehidupan bangsa tersebut. Karena wanita adalah madrasah perdana yang akan membentuk dan memformat generasi. Pola bagaimana yang diterima oleh seorang anak, maka itulah yang menentukan perjalanan bangsa dari sudut pandang umat. Dan lebih dari itu semua, wanita adalah orang pertama yang memberikan kontribusi dalam kehidupan pemuda dan bangsa.

Saya tidak menutup mata akan ini semuanya, dan Islam yang hanif ini juga tak mengabaikannya. Karena ia yang datang sebagai cahaya dan petunjuk bagi seluruh manusia, telah mengatur semua aspek kehidupan dengan serangkaian aturan yang paling proporsional dan berpijak di atas landasan dan tata perundang-undangan yang utama. Memang Islam tidak mengabaikan itu semuanya dan tidak meninggalkan manusia kebingungan dalam setiap aspek kehidupan. Islam menjelaskan kepada mereka semuanya dengan penjelasan yang tidak membutuhkan tambahan.

Pada hakekatnya tidak begitu penting bagi kita untuk mengetahui pendapat Islam tentang wanita (juga lelaki ), hubungan antara mereka, dan kewajiban satu dengan yang lainnya. Karena semua itu adalah masalah yang sudah cukup dikenal oleh setiap manusia. Namun yang penting adalah kita bertanya kepada diri kita, apakah kita sudah siap untuk menjalankan hukum Islam?

Realitinya, negeri ini dan juga negeri-negeri muslim yang lain tetap diterpa oleh gelombang seruan yang dahsyat dan ganas untuk bertaklid kepada Barat dan tenggelam di dalamnya.

Sebagian orang bahkan tidak hanya tenggelam dalam gelombang taklid itu, lebih dari itu mereka berusaha menipu diri sendiri dengan mengendalikan sesuai dengan cita-cita dan sistem Barat. Mereka memperalat sifat toleransi ajaran Islam dan keluwesan hukum-hukumnya dengan cara sangat keji, sehingga mengeluarkan hukum-hukum itu dari bentuk Islamnya, menjadikannya tata aturan yang sama sekali tidak punya keterkaitan dengan Islam, mengabaikan Tasyri’nya itu sendiri, dan membuang nash-nash yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Sungguh ini merupakan malapetaka yang besar. Mereka tidak puas hanya sekedar untuk menentang, sampai mereka memperoleh sebuah pelampiasan hukum untuk realisasi dari penentangan ini dan memformatnya dengan shibghah permisifisme dan pembolehan sehingga mereka sendiri enggan untuk sadar dan melepaskan diri darinya.

Maka yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita melihat hukum-hukum Islam dengan kaca mata yang bersih dari hawa nafsu. Kita persiapkan diri kita untuk mau menerima perintah dan larangan Allah. Hal ini merupakan asas dalam menyambut kebangkitan kontemporer kita.

Berdasar asas dia atas tidak ada salahnya jika kita ingatkan manusia terhadap hal-hal yang telah mereka ketahui, dan nilai-nilai yang wajib mereka pahami dari hukum Islam dalam masalah ini.

Pertama : Islam mengangkat harkat dan martabat wanita dan menjadikannya partner laki-laki dalam hak dan kewajiban.

Masalah ini sepertinya dianggap telah selesai. Islam telah meninggikan derajat wanita dan mengangkat nilai kemanusiaannya serta menetapkannya sebagai saudara sebagai sesamanya dan partner bagi laki-laki dalam kehidupan. Wanita adalah bagian dari laki-laki dan laki-laki adalah bagian dari wanita,

“Sebagian kamu adalah bagian dari yang lain.”

Islam mengakui hak-hak pribadi, hak-hak peradaban, dan hak-hak politik wanita secara umum dan sempurna. Islam memperlakukannya sebagai manusia dengan kesempurnaan kemanusiaannya. Ia mempunyai hak dan kewajiban, ia dipuji jika berhasil menunaikan kewajibannya, dan pada saat yang sama hak-haknya wajib dipenuhi. Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh dengan nash-nash yang menegaskan dan menjelaskan pernyataan di atas.

Kedua : Membedakan laki-laki dan wanita dalam hak, sesungguhnya yang terjadi menyusul adanya perbedaan-perbedaan penciptaan yang sudah pasti ada di antara keduanya. Juga karena perbedaan tugas yang harus dilaksanakan serta dalam rangka menjaga keutuhan hak yang dianugerahkan kepada keduanya.

Ada yang mengatakan bahwa Islam membedakan antara laki-laki dan wanita dalam banyak situasi dan kondisi serta tidak memberikan persamaan yang sempurna kepada keduanya. Pernyataan itu benar namun dari sisi yang lain perlu juga dicatat bahwa jika ada hak wanita yang kelihatannya dikuramgi dalam satu sisi, maka Islam pasti menggantinya dengan yang lebih baik pada sisi yang lain.[1]) atau bisa jadi pengurangan ini demi manfaat dan kebaikan wanita itu sendiri sebelum yang lainnya. Dapatkah seseorang mengatakan bahwa pembentukan jasmani dan rohani wanita itu sama persis dengan pembentukan laki-laki? Dapatkah seseorang mengatakan bahwa peran yang harus dimainkan wanita dalam kehidupan ini sama dengan peran yang harus dimainkan laki-laki, selama kita mengakui adanya ibu dan bapak?

Saya yakin bahwa proses pembentukan keduannya berbeda dan bahwa tugas keduannya dalam hidup ini juga berbeda. Perbedaan ini sudah barang tentu akan diikuti berbagai pranata kehidupan yang berhubungan dengan keduannya. Inilah rahasia dari apa yang telah digariskan oleh Islam dari adanya pembedaan-pembedaan antara wanita dan laki-laki dalam hak dan kewajiban.

Ketiga : Antara wanita dan laki-laki terdapat fitrah keterikatan yang kuat satu sama lain. Ini merupakan asas pertama dalam hubungan di antara keduanya. Dan bahwa tujuan dari hubungan tadi-sebelum berupa kenikmatan dan apa saja yang terikat dengannya-adalah kerja sama untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dan bersama-sama menanggulangi beban kehidupan.

Islam telah mengisyaratkan adanya kecenderungan jiwa ini, menyucikannya, dan mengendalikannya dari makna kebinatangan dengan satu pengalihan yang sangat indah menuju makna spiritual, mengagungkan tujuannya, menjelaskan maksud yang ada di dalamnya, dan tinggi nilainya dari sekedar kenikmatan semata menuju sebuah kerja sama yang sempurna.

Marilah kita dengarkan firman Allah swt.:

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya dia antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Ruum: 21)

Ini adalah prinsip dasar yang dipelihara dan ditegaskan oleh Islam berkenaan dengan persepsinya tentang wanita. Dengan pondasi prinsip dasar tadi dibangunlah syariat oleh-Nya yang bijaksana, yang mem-back up kerja sama yang sempurna antara kedua jenis ini, di mana yang satu akan beroleh manfaat dari yang lainnya. Dan syariat ini pulalah yang membantunya dalam berbagai aktifitas kehidupan.

Secara ringkas, Islam membicarakan pandangannya tentang wanita di masyarakat yang termuat dalam butir-butir berikut ini:

Pertama: Kewajiban Mendidik Wanita

Islam melihat adanya kewajiban untuk memperbaiki dan mentarbiyahi akhlak wanita dengan keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan sejak dini. Islam juga menganjurkan para bapak dan para wali wanita untuk melakukan hal ini dan menjanjikan bagi mereka pahala besar dari Allah, serta mengancam mereka dengan azab yang pedih jika mereka menelantarkannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(At-Tahrim: 6)

Dalam hadits shahih Rasulullah saw. bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian itu adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakannya. Seorang Imam adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang laki-laki adalah penggembala didalam keluarganya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang pembantu adalah penggembala dari harta majikannya dan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakan, dan setiap kalian adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya.” (HR. Syaikhan dari Abdullah bin Umar)

Dari Ibnu Abbas ra. Berkata Rasulullah saw.,

مَا مِنْ رَجُلٍ تُدْرِكُ لَهُ ابْنَتَانِ فَيُحْسِنُ إِلَيْهِمَا مَا صَحِبَتَاهُ أَوْ صَحِبَهُمَا إِلَّا أَدْخَلَتَاهُ الْجَنَّةَ

“Tidaklah seorang muslim yang mempunyai dua anak perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam hubungan dengan keduannya kecuali keduanya akan bisa memasukannya ke dalam surga.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)

Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ أَوْ ثَلَاثُ أَخَوَاتٍ أَوْ ابْنَتَانِ أَوْ أُخْتَانِ فَأَحْسَنَ صُحْبَتَهُنَّ وَاتَّقَى اللَّهَ فِيهِنَّ فَلَهُ الْجَنَّةُ

Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam berhubungan dengan mereka dan bertakwa kepada Allah atas (hak) mereka, maka baginya surga.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, hanya saja pada riwayat Abu Dawud Rasulullah saw bersabda, “Kemudian ia mendidik, berbuat baik, dan menikahkan mereka, maka baginya surga.”)

Di antara didikan yang baik bagi anak-anak dalam mengajarkan kepada mereka apa saja dari hal-hal yang sesuai dengan keberadaan mereka seperti: membaca, menulis, berhitung, ilmu agama, sejarah para salafus shalih, -lelaki maupun perempuan-, mengurus rumah, masalah-masalah kesehatan, dasar-dasar tarbiyah, mengurus anak, serta segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang ibu dalam mengatur rumah dan mendidik anak-anaknya.

Dalam hadits Bukhari dikatakan, Rasulullah saw. bersabda,

نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ

“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami agama.” (Bukhari dari Aisyah RA)

Banyak wanita salaf dahulu yang menjadi gudang ilmu, keutamaan, dan fiqih dari dien Allah.

Sedangkan selain hal-hal di atas, dari ilmu-ilmu yang tidak dibutuhkan oleh wanita, maka sia-sia dan tiada guna. Wanita tidak perlu akan hal itu, lebih baik ia menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat.

Adalah Abul A’la Al Ma’arry berpesan kepada wanita seraya berkata,

“Ajarilah mereka memintal dan menjahit. Biarkan mereka membaca dan menulis aksara. Doanya seorang dara dengan Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Sama dengan membaca Yunus dan Bara’ah”

Memang kita tidak menghendaki hanya sampai disitu saja namun kita juga tidak menghendaki mereka-mereka yang melampaui batas dalam membawa wanita kepada hal-hal yang tidak dibutuhkannya dari berbagai macam studi. Kita katakan, “Ajarilah wanita apa yang dibutuhkannya dengan melihat kepada tugas dan peran yang telah dititahkan oleh Allah kepadanya, yakni mengurus rumah dan mendidik anak.”

Kedua: Membedakan Antara Wanita dan Laki-laki

Islam melihat bahwa ikhtilat (campur aduk) antara wanita dan laki-laki itu berbahaya, Islam memisahkan antara keduannya kecuali dengan cara menikah. Oleh karena itulah maka masyarakat Islam adalah masyarakat tunggal bukan bersifat ganda.

Para propagandis ikhtilat mengatakan bahwa hak itu akan menyebabkan kemandulan dalam menikmati lazatnya berkumpul dan manisnya bercengkerama yang akan didapatkan oleh salah satu dari keduanya manakala berkumpul dengan yang lain. Ikhtilat juga akan mewujudkan rasa yang membuahkan aneka tata karma sosial seperti lemah lembut, baik dalam bergaul, halus dalam bertutur, santun dalam sikap, dan lain-lain. Mereka juga mengatakan, pemisahan antara dua jenis ini akan menjadikan salah seorang merasa rindu dengan yang lain. Namun dengan berhubungan antara keduannya (laki-perempuan) akan memperkecil kesempatan berpikir tentang hal itu, akan menjadikannya sebagai hal yang lumrah dalam jiwa. Karena yang paling dicintai manusia adalah apa yang dilarang baginya dan apa yang ada dalam genggaman tangan sudah tidak lagi jadi pikiran jiwa.

Demikianlah yang mereka katakan dan banyak yang terfitnah dengan kata-kata mereka itu. Apalagi hal itu merupakan pikiran yang sesuai dengan gejolak hawa nafsu dan sejalan dengan syahwat. Kita katakan kepada mereka, “Kendati kami belum sepenuhnya puas dengan apa yang kalian katakan pada statemen yang pertama, kami akan katakan kepada kalian akan apa yang diakibatkan oleh kelezatan bertemu dan kenikmatan bercengkramannya laki-perempuan. Akibat itu adalah hilangnya kehormatan, rusaknya jiwa dan perilaku, kehancuran rumah, kesengsaraan keluarga, rawannya kriminalitas, degradasi moral, tidak mempunyai kejantanan yang tidak hanya sekedar sampai kepada kebancian dan kelembekan. sungguh hal ini bisa dibuktikan dan tidak akan membantah kecuali oleh orang yang sombong.”

Dampak negatif ikhtilat ini seribu kali lipat lebih banyak daripada manfaatnya. Jika bertentangan antara maslahat dan kerusakan, maka tentunya menghalau kerusakan itu lebih didahulukan. Apalagi maslahat yang didapat itu tidak sebanding dengan banyaknya kerusakan.

Sedangkan statemen yang kedua, maka itu tidak benar. Justru ikhtilat itu akan menambah kecenderungan. Dulu ada yang mengatakan, “Adanya makanan itu akan menambah syahwatnya orang yang rakus (untuk makan).” Seorang suami hidup bersama istrinya bertahun-tahun, sudah pasti kecenderungan (untuk menggaulinya) akan bertambah dalam jiwanya. Maka bagaimana mungkin hubungan (selalu dekat) dengan sang istri tidak menjadi sebab kecenderungan kepadanya?

Sementara itu seorang wanita yang ikhtilat akan terdorong untuk mempamerkan lekuk-lekuk perhiasannya. Ia tidak rela kecuali laki-laki itu kagum kepadanya, ini merupakan dampak ekonomis yang negatif yang ditimbulkan oleh ikhtilat, yakni boros dalam perhiasan, tabarruj yang mengarah pada habisnya wang, dan kekafiran.

Oleh karena itulah kamu berseru bahwa masyarakat Islam itu adalah masyarakat tunggal bukan masyarakat ganda. Para lelaki punya masyarakat sendiri sebagaimana wanita punya masyarakat sendiri. Islam membolehkan bagi wanita untuk mengikuti shalat ‘ied, shalat jamaah, dan keluar untuk berperang dalam situasi yang sangat darurat. Namun Islam hanya sampai batas ketentuan ini (tidak merambah pada yang lain) dengan menentukan berbagai macam persyaratan seperti: menjauhi tabaruj (berhias berlebihan), menutup aurat, melebarkan pakaian (longgar), tidak tipis, dan tidak pula membentuk warna dan lekuk tubuh, serta tidak berkhalwat (duduk bersepi-sepi) dengan lelaki yang bukan mahramnya dalam situasi dan keadaan yang bagaimanapun.

Sesungguhnya diantara dosa besar dalam Islam adalah jika ada seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya. Islam juga telah memberikan garis ketetapan yang keras dan pasti terhadap segala jalan menuju ikhtilat bagi kedua jenis anak manusia ini. Maka menutup aurat adalah bagian dari tatakramanya.

- Pengharaman khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahramnya adalah salah satu hukum dari sekian hukum-hukumnya.

- Menundukkan pandangan adalah bagian dari kewajiban-kewajibannya.

- Menetap dirumah bagi seorang wanita sampai ketika shlat adalah merupakan syiar dari sekian banyak syiar-syiarnya.

- Menjauhi rangsangan baik suara, maupun gerak dengan segala macam fenomena berhias, -khususnya ketika keluar rumah-adalah salah satu dari sekian banyak garis ketetapannya.

Semua itu disyariatkan agar kaum lelaki selamat dari fitnah wanita, karena fitnah ini adalah fitnah yang paling mudah hinggap dalam dirinya. Juga agar kaum wanita selamat dari fitnah laki-laki, karena fitnah itu adalah fitnah yang paling mudah mendekati hatinya. Ayat-ayat mulia dan hadits-hadits suci telah menuturkan hal itu:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah merasa menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nuur:30)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan –pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (An-Nuur: 31)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi katakan pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang dengan demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Dan ayat-ayat lainnya.

Dari Abdullah bin Masud ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, (yakni meriwayatkan dari Rabbnya),

إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَنْ تَرَكَهَا مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ

“Pandangan itu anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Barangsiapa yang menghindarnya karena takut kepada-Ku, aku akan menggantinya dengan iman yang akan ia dapatkan manisnya keimanan itu di dalam hatinya.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim)

Dari Abu Umamah ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,

لَتَغُضَّنَّ أَبْصَارَكُمْ، وَلَتَحْفَظُنَّ فُرُوجَكُمْ، وَلَتُقِيمُنَّ وُجُوهَكُمْ أَوْ لَتُكْسَفَنَّ وُجُوهُكُمْ

“Hendaklah kalian menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan kalian, atau (kalau tidak) Allah akan membutakan wajah-wajah kalian.” (HR. Thabrani)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. Berkata Rasulullah saw. Bersabda,

مَا مِنْ صَبَاحٍ إِلَّا وَمَلَكَانِ يُنَادِيَانِ وَيْلٌ لِلرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ وَوَيْلٌ لِلنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ

“Tidaklah pagi itu akan menjelang kecuali ada dua malaikat yang berseru, sungguh celaka kaum lelaki dan kaum wanita, sungguh celaka kaum wanita karena kaum lelaki.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dari Uqbah bin Amir ra. Behwasannya Rasulullah saw. Bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Jauhilah kalian untuk memasuki rumah wanita,” berkatalah orang dari Anshar, “Tahukah kamu saudara ipar itu?”, ia mengatakan, “Saudara ipar itu mematikan.” (HR. Bukhari)


1/2/2010 | 15 Safar 1431 H
Oleh: Asy-Syahid Hasan Al-Banna

Urgensi Do’a Bagi Seorang Mukmin

Kita sering mendengar ungkapan yang mengatakan: ad-du’a-u silahul mukmin (do’a adalah senjata orang beriman). Ungkapan ini, bukan merupakan hadits nabi saw. Namun, banyak ayat Al Qur’an dan juga sunnah nabi saw yang shahih menjelaskan bahwa ungkapan itu secara makna adalah ungkapan yang shahih. Oleh karena itu, ikhwati fillah, jangan sampai kita melalaikan senjata yang satu ini. Karena tidak semua orang mampu menggunakannya kecuali orang-orang beriman.

Banyak ayat-ayat Al Qur’an menjelaskan kepada kita, betapa do’a adalah kekuatan yang ampuh dan dahsyat. Doa yang dipergunakan oleh para anbiya’ wal mursalin dalam perjalanan da’wah dan jihad mereka.

Kita ingat, kisah tentang nabiyullah Nuh AS yang gigih melakukan jihad da’awi siang dan malam secara sembunyi dan terang-terangan. Jihad yang dilakukan selama sembilan ratus lima puluh tahun. Ternyata masyarakat yang menerima da’wah beliau hanya sedikit saja. Menghadapi kondisi demikian beliau memanjatkan do’a kepada Allah swt :

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا

Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma`siat lagi sangat kafir. (Nuh: 26 – 27)

Demikianlah, kemudian akhirnya kita ketahui ternyata Allah swt memang membinasakan seluruh orang-orang kafir itu. Sesuai do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh AS.

Kita juga teringat tentang do’a nabiyullah Musa AS kepada Allah SWT yang ditujukan atas Fir’aun dan bala tentaranya. Karena mereka sudah benar-benar melampaui batas dalam kecongkakan dan kepongahan dengan mengandalkan berbagai macam kekuatan duniawi yang dimilikinya. Saat itu nabiyullah Musa AS berdo’a:

وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آَتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir`aun dan pemukapemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksan yang pedih”. (Yunus: 88)

Kemudian selanjutnya kita ketahui apa yang menimpa Fir’aun dan bala tentaranya, mereka semua ditenggelamkan Allah swt di lautan. Semua kisah tersebut di atas adalah contoh do’a-do’a para nabi kepada Allah swt. Doa agar Allah menghancurkan orang-orang yang melampaui batas dalam melakukan pembangkangan terhadap ajaran Allah swt, para nabi dan rasul-Nya. Terdapat pula contoh lain, yaitu do’a para nabi yang mengharapkan agar kaumnya mau menerima da’wahnya.

Salah satu diantaranya adalah do’a nabiyullah Muhammad saw. Doa ketika da’wah beliau kepada orang-orang Thaif disambut dengan lemparan batu dan tuduhan-tuduhan yang menyakitkan. Saat itu beliau saw memanjatkan do’a kepada Allah swt dengan mengatakan:

اللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمَنُوْنَ

“Ya Allah, berikanlah petunjuk dan hidayah kepada mereka, sebab mereka tidak mengetahui”.

Setelah kurang lebih sepuluh tahun kemudian seluruh penduduk Thaif menyatakan masuk Islam, berarti ada jarak kurang lebih 10 tahun antara do’a nabi Muhammad saw dengan kenyataan mereka menerima hidayah Allah swt.

Yang menarik, saat terjadi gelombang massal pemurtadan pada masa Khalifah Abu Bakr As-Shiddiq di Jazirah Arab, orang-orang Thaif tidak termasuk golongan yang murtad. Pemimpin mereka berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku, janganlah kalian murtad, sebab kalian adalah yang paling akhir masuk Islam, maka janganlah kalian menjadi yang pertama dalam kemurtadan!”

Do’a juga merupakan rujukan terakhir orang-orang beriman saat mereka menghadapi berbagai kesulitan dan tentangan besar. Khususnya saat mereka berjihad di jalan Allah swt.

Kita bisa renungkan bagaimana saat pasukan Thalut berhadapan dengan pasukan Jalut yang besar dan dahsyat. Saat itu pasukan mujahidin mukminin melihat betapa besar dan hebatnya kekuatan pasukan Jalut, maka mereka memanjatkan do’a kepada Allah swt:

وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِين

“Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdo`a: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (Al-Baqarah: 250)

Maka, do’a itu membuat Allah swt memberikan kemenangan-Nya kepada mereka. Sekalipun jumlah dan peralatan mereka sangat tidak sebanding dengan apa yang dimiliki pasukan Jalut, sebagaimana tersebut pada ayat setelahnya.

Do’a yang mirip dengan do’a pasukan Thalut diatas adalah do’a nabi Muhammad saw ketika menghadapi pasukan yang menjadi kekuatan utama musyrik Makkah, di bawah pimpinan Abu Jahal cs. Saat itu nabi Muhammad saw terus berdo’a kepada Allah swt tiada henti-hentinya, begitu khusyu’ dan seriusnya, hingga selendang (baju penutup tubuh bagian atas) beliau terjatuh. Beliau memanjatkan do’a:

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ

“Ya Allah, penuhi dan wujudkan apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah, jika golongan Islam ini binasa, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi di atas bumi ini (Muttafaqun ‘alaih).

Dan sebagaimana yang diabadikan oleh sejarah, pada hari itu Allah swt menghancurkan kekuatan utama musyrik Makkah.

Keterangan dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang do’a

1. Do’a merupakan perintah dari Allah .

Sangatlah banyak dari ayat-ayat Al Qur’an yang menyebutkan perintah untuk berdo’a kepada-Nya . Diantaranya, firman Allah (artinya):

“Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian.” (Ghafir: 60)

“Dan berdo’alah kepada Allah dengan mengikhlashkan ibadah (do’a) kepada-Nya.” (Al A’raf: 29)

“Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut.” (Al Jin: 18)

“Dan sesungguhnya Allah memiliki asmaul husna (nama-nama yang mulia), maka berdo’alah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama tersebut.” (Al A’raf: 180)

Di dalam ayat-ayat mulia di atas dan yang lainnya, menunjukkan bahwa do’a merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Sehingga berdo’a kepada-Nya merupakan bentuk tha’ah (ketaatan) kepada-Nya.

2. Do’a adalah ibadah.

Berdo’a kepada Allah merupakan perkara yang amat dicintai-Nya . Bahkan bila semakin sering berdo’a kepada-Nya untuk meminta segala sesuatu yang ia inginkan, semakin menambah kecintaan Allah kepadanya. Karena setiap do’a yang dipanjatkan kepada-Nya , pada hakekatnya (do’a) itu adalah ibadah.

Rasulullah bersabda:

الدعاء هو العبادة

“Sesungguhnya do’a adalah ibadah” (Tirmidzi)

Bukankah kita semua telah mengetahui bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin ini hanyalah untuk beribadah kepada-Nya? Sehingga barangsiapa yang memperbanyak do’a berarti ia telah memperbanyak ibadah kepada-Nya , dan inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah .

Sebagaimana firman-Nya:

“Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariat: 56)

Demikian juga, Rasulullah telah menegaskan bahawasanya do’a merupakan perkara yang paling dicintai dan mulia di sisi-Nya , beliau bersabda:

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ سُبْحَانَهُ مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di hadapan Allah subhanahu daripada do’a.” (At Tirmidzi)

Mengapa do’a itu paling mulia dan paling dicintai oleh Allah ? sebagaimana penjelasan di atas, karena pada hakekatnya do’a itu sendiri adalah ibadah, yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap hambanya.

3. Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat dari Allah .

Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat Allah yang sangat didambakan oleh setiap hamba. Karena dengan rahmat-Nyalah kita mendapat hidayah Islam dan Iman, serta mendapat pula maghfirah (ampunan) dari dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Rasulullah bersabda:

منْ فُتِحَ لَهُ مِنْكُمْ بَابُ الدُّعَاءِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَمَا سُئِلَ اللهُ شَيْئًا يُعْطَىأَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يُسْأَلَ الْعَافِيَةَ ، إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاء

“Barangsiapa diantara kalian yang dibukakan baginya pintu do’a, niscaya ia akan dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Dan tidaklah Allah dimintai sesuatu yang lebih Allah cintai dari meminta keselamatan (di dunia dan akhirat). Sesungguhnya do’a itu bermanfaat pada hal-hal yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi, maka hendaklah berdo’a wahai hamba-hamba Allah.” (At-Tirmidzi)

4. Do’a merupakan akhlaq orang-orang yang bertaqwa.

Allah telah mengisahkan tentang akhlaq para nabi yang selalu bersegera untuk berdo’a kepada-Nya . Sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya mereka (para nabi) selalu segera melakukan kebaikan dan selalu berdo’a kepada Kami dalam keadaan penuh harap dan rasa takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (di dalam beribadah/berdo’a kepada Kami).” (Al Anbiya’: 90)

Demikian pula Allah menyebutkan tentang akhlaq hamba-hambanya yang shalih, sebagaimana firman-Nya::

“Dan orang-orang (generasi) yang datang sesudah mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rabb-kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb-kami sesunggunya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10)

5. Do’a menunjukkan kemurnian tawakkal kepada Allah .

Rahasia dan hakekat tawakkal kepada Allah adalah menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah . Manakala ia berdo’a dengan penuh harap dan rasa takut hanya kepada Allah menunjukkan kemurnian tawakkalnya kepada-Nya. Dan sekaligus do’a itu sendiri merupakan salah satu sebab terbesar tercapainya apa yang ia inginkan. Perhatikanlah firman Allah:

“Maka beribadahlah kalian kepada Allah dan bertawakkallah kepada-Nya.” (Hud: 123)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan untuk bertawakkal setelah beribadah kepada-Nya . Padahal kita telah tahu bahwa do’a itu adalah ibadah, sebagaimana penjelasan di atas. Sehingga ayat tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu berdo’alah kepada Allah terlebih dahulu, baru kemudian bertawakkallah kepada-Nya.

6. Setiap do’a mendapat jaminan dari Allah selama tidak tergesa-gesa.

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو لَيْسَ بِإِثْمٍ وَلاَ قَطِيْعَةِ رَحْمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ إِحْدَى ثَلاَثٍ أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يُدَخِّرَهَا لَهُ فٍي الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَدْفَعَ عَنْهُ مِنَ السُّوء مِثْلَهَا

“Tidaklah seorang muslim berdo’a dengan sesuatu yang bukan untuk suatu dosa atau memutuskan silaturrahmi melainkan pasti Allah akan memberikan salah satu dari tiga hal; disegerakan baginya pengabulannya, disimpan baginya di akhirat, atau dihindarkan darinya keburukan yang semisal dengannya.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 547, dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri )

Dalam riwayat yang lainnya, Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

“Tidaklah seorang mukmin menghadapkan wajahnya kepada Allah memohon sesuatu, melainkan Dia akan memberikan, apakah dengan menyegerakan baginya di dunia atau menyimpan baginya di akhirat selama ia tidak tergesa-gesa.” Para sahabat bertanya: “Apa maksud dari tergesa-gesa?” Beliau menjawab:

دَعَوْتُ وَدَعَوْتُ وَلاَ أَرَاهُ يُسْتَجَابُ لِي

“Dia berkata: “Saya sudah berdo’a dan berdo’a, tetapi (toh) juga tidak dikabulkan.” (H.R. Ahmad, lihat Shahih Al Adabul Mufrad no. 548)

Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa do’a seorang muslim tidaklah sia-sia. Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Setiap orang yang berdo’a akan dikabulkan, hanya saja pengabulan itu berbeda-beda. Terkadang dikabulkan sesuai dengan permintaan, terkadang pula diganti dengan sesuatu yang lain. (Fathul Bari 10/95) Sehingga do’a itu bisa jadi dikabulkan sesuai dengan permohonannya, bisa jadi pula disimpan atau diganti yang lainnya sebagai bentuk kemurahan dari Allah , selama ia tidak tergesa-gesa. Karena sifat tergesa-gesa akan menimbulkan sikap su’uzhan (buruk sangka) kepada Allah .

Allah memiliki sifat Yang Maha Hikmah. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya, berbeda dengan manusia yang tidak mengetahui akibat urusannya. Terkadang manusia mencintai dan menginginkan sesuatu, padahal hal itu bisa menambah keburukan baginya, atau sebaliknya. Sebagaimana yang telah diterangkan di dalam firman Allah (artinya):

“Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu adalah amat baik bagi kalian, bisa jadi pula kalian menyukai sesuatu padahal itu adalah amat buruk bagi kalian. Allah yang mengatahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.” (Al Baqarah: 216)

Bukan berarti tidak dikabulkannya do’a menunjukkan jeleknya orang yang berdo’a secara mutlak. Dan dikabulkannya do’a juga tidak menunjukkan baiknya orang yang berdo’a secara mutlak. Bukankah Allah mengabulkan permintaan iblis dengan memberi tangguh sampai hari kiamat? Tetapi itu tidak menunjukan pemulian kepada iblis, justru itu sebagai penghinaan kepadanya agar dosanya bertambah, sehingga semakin keras siksaan dan semakin berlipat ganda kesengsaraan di akhirat nanti.

Waspada dari kelalaian berdoa kepada Allah

Setelah kita tahu tingginya kedudukan dan keutamaan do’a di sisi Allah , kita pun akan tahu pula tentang kerugian besar yang akan dialami oleh orang-orang yang cenderung mengabaikan dan melalaikan dari berdo’a kepada Allah, yaitu

1. Enggan dan lalai dari do’a tanda kesombongan pada dirinya.

Simak dan perhatikanlah firman Allah (artinya):

“Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan dirinya dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir: 60)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah juga menjelaskan bahwa do’a itu pada hakekatnya adalah ibadah, sehingga mengabaikan dan malalaikan dari berdo’a kepada-Nya merupakan tanda kesombongan pada dirinya karena ia tidak mau berdo’a kepada penciptanya dan pencipta seluruh alam semesta, pemberi rezki seluruh makhluk, yang menghidupkan dan yang mematikan, Dia-lah Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan ia adalah hamba yang lemah yang tidak mampu bergerak, berkata ataupun berbuat melainkan hanya dengan rahmat, kehendak, dan kekuasaan-Nya.

Allah berfirman (artinya):

“Wahai manusia, kalian adalah hamba-hamba yang faqir, yang (mesti) membutukan Allah (dalam segala sesuatu). Dan Allah adalah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

2. Enggan dan lalai dari berdo’a kepada Allah tanda kelemahan pada dirinya.

Rasulullah bersabda:

أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ

“Manusia yang paling lemah adalah orang yang paling lemah dalam berdo’a dan manusia yang paling kikir adalah orang yang kikir dalam mengucapkan salam.” (Ibnu Hibban, lihat Ash Shahihah no. 154)

3. Enggan dan lalai dari do’a akan mendapatkan murka dari Allah .

Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدْعُ اللهَ وَفِي رِوَايَةٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ سُبْحَانَهُ غَضِبَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang tidak mau berdo’a (dalam riwayat lain: tidak mau meminta) kepada Allah subahanahu, niscaya Allah memurkainya.” (At Tirmidzi no. 3372, Ibnu Majah no. 3827 dari sahabat Abu Hurairah , lihat Ash Shahihah no. 3654)

Kedua hadits di atas juga menguatkan bahwa orang yang enggan dan lalai dari berdo’a merupakan tanda kesombongan pada dirinya, karena tidak menyadari dirinya adalah makhluk yang lemah. Sehingga sangat pantas Allah murka kepada orang-orang yang enggan dan lalai dari berdo’a kepada-Nya .

Waallhu a’lam bish-showwab.

Al-faqir illalloh, Ummu ANas.6/11/09 (diambil dari berbagai sumber).

Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Hasan Al-Banna; Muassis dan Mursyid pertama Ikhwanul Muslimin

Penerjemah: Abu Ahmad

Allah SWT berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)“. (Al-Ahzab:23)

Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus, jika boleh dikatakan: bahwa mereka mampu mencapi puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya; sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini.

Siapakah Hasan Al-Banna?

Beliau adalah Hassan Ahmad Abdul Rahman al-Banna, lahir di kota Al-Mahmudiya, di bagian Delta Nil Provinsi Buhaira, Mesir, pada hari Ahad, tanggal 25 Sya’ban tahun 1324, bertepatan dengan tanggal 14 Oktober tahun 1906. Beliau termasuk dalam keluarga pedesaan yang sederhana dari kebanyakan bangsa Mesir lainnya sebagai petani di sebuah desa Delta yang disebut dengan desa “Syamsyirah” [dekat dengan pantai kota Rasyid berhadapan dengan kota Idvina, bagian dari kota Fawah, Propinsi Al-Buhaira].

Datuknya bernama Abdul Rahman, beliau adalah seorang petani dari keluagra sederhana, namun orang tua Hasan Al-Banna, Syeikh Ahmad tumbuh – sebagai anak bungsu- jauh dari aktiviti bertani; karena keinginan dari ibunya, sehingga beliau ikut dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an dan mempelajari hukum-hukum tajwid Al-Quran, dan kemudian belajar hukum syariah di Masjid Ibrahim Pasha di Alexandria, dan disaat menempuh pendidikan, beliau ikut bekerja di sebuah toko terbesar bagian refarasi jam di Alexandria, sehingga setelah itu beliau memiliki keahlian dalam memperbaiki jam dan berdagang, dan dari sinilah beliau terkenal dengan panggilan “As-sa’ati”

Selain itu, Orang tua Al-Banna juga memiliki keahlian dan menjadi bagian dari ulama hadits karena beliau pandai di bidang tersebut, sebagaimana beliau banyak melakukan aktiviti dalam mempelajari dan mengajar sunnah nabawiyah terutama kitab yang terkenal “al-fathu Robbani fi tartiibi musnad imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani”, dan dalam kehidupan seperti itulah tumbuh “Hassan al-Banna” mencetak banyak karakter darinya.

Awal Perjalanan

Hassan al-Banna memulai pendidikannya di sekolah tahfizhul Qur’an di Al-Mahmudiyah, dan mampu mentransfer ilmu dari banyak penulis sehingaa orang tuanya mengirim beliau kepada para penulis di dekat kota Al-Mahmudiyah. Namun waktu yang beliau tempuh di tempat para penulis sangat padat sehingga tidak mampu menyempurnakan hafalan Al-Qur’an; oleh karena terikat dengan peraturan para penulis, dan pada akhirnya beliau tidak mampu meneruskannya, lalu melanjutkan pendidikannya di sekolah tingkat SMP, meskipun ada pertentangan dari ayahnya, karena beliau sangat antusias terhadap dirinya untuk bisa menjadi penghafal Al-Qur’an, dan tidak setuju anaknya masuk sekolah SMP kecuali setelah bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di rumahnya.

Setelah menyelesaikan sekolah SMP beliau masuk ke sekolah “Al-Mu’allimin Al-Awwaliyah” di Damanhour, dan pada tahun 1923 masuk kuliah di Fakultas Dar El-Ulum di Kairo dan lulus pada tahun 1927, dan selain itu, beliau juga mampu meraih lebih ilmu-lainnya dari ilmu-ilmu yang diterima pada saat kuliah, terutama pada kurikulum pendidikan yang diberikan saat itu; seperti pelajaran ilmu al-hayah, sistem pemerintahan, ekonomi politik, sebagaimana beliau menerima pelajaran tentang bahasa, sastra, hukum, geografi dan sejarah, sehingga dengan itu semua, membuat beliua matang dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Beliau memiliki perpustakaan yang besar dan luas dirumahnya, di dalamnya terdapat ribuan buku, yang berisi tentang buku-buku yang terkait dengan tema yang tersebut diatas, dan ditambah dengan adanya empat belas jenis majalah dari majalah mingguan yang diterbitkan di Mesir seperti majalah al-muqtatof, majalah al-fath, majalah Al-Manar dan lain-lainnya, dan hingga saat ini perpustakaan beliau masih ada di bawah pengawasan anaknya ustadz ” “Saif al-Islam”.

Al-Banna menjalankan hidupnya selama 19 tahun sebagai guru sekolah dasar di Ismailia, dan kemudian di Kairo, dan ketika beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru pada tahun 1946 beliau telah mendapat level kelima untuk menjadi PNS, setelah itu beliau bekerja di surat kabar harian “Ikhwanul Muslimin”, dan kemudian beliau menerbitkan majalah bulanan sendiri yang bernama “As-Syihab” yang di mulai pada tahun 1947; hal tersebut dilakukan agar dirinya dapat mandiri dan sebagai sumber mata pencaharian, namun akhirnya majalah tersebut dibredel oleh karena dibubarkannya jamaah ikhwanul muslimin pada tanggal 8 Desember 1948.

Pengaruh dan dampak

Syeikh Hassan al-Banna, menerima banyak pengaruh dari beberapa ulama besar dan para guru, termasuk ayahnya sendiri, Syeikh Ahmed dan Syeikh Mohammed Zahran – pemilik majalah Al-Is’ad dan pemilik sekolah Ar-Rasyad, yang mana Hasan Al-Banna terdaftar di sekolah saat beliau menetap beberapa tahun di Mahmudiyah – begitupun Syeikh Tantawi Jauhari, penyusun kitab tafsir Al-Qur’an “Al-Jawahir”, dan beliau juga menjadi pemimpin redaksi koran yang diterbitkan pertama kali oleh Ikhwanul Muslimin pada tahun 1933, setelah lulus dari Dar el-ulum tahun 1927, Hasan Al-Banna menjadi guru pada salah satu sekolah dasar di kota Ismailiyah, dan berikutnya tahun 1928 mendirikan jamaah Ikhwanul Muslimin, tapi sebelum pendiriannya beliau telah banyak terlibat dalam sejumlah asosiasi dan kelompok agama, seperti “Jam’iyah Al-Adab Al-Akhlaqiyah”, dan “Jam’iyah Man’u Al-Muharramat” di Mahmudiya, dan “At-Tariqah Al-Hashofiyah” sebuah aliran tasawuf di Damanhour, sebagaimana beliau juga ikut berpartisipasi dalam pendirian jamaah Syubbanul Muslimin pada tahun 1927 dan beliau merupakan salah satu anggotanya. Yaitu, Setelah jamaah Ikhwanul Muslimin yang didirikannya telah tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai segmen masyarakat dan kota, bahkan pada akhir tahun empatpuluhan ikhwanul Muslimin telah menjadi kekuatan organisasi sosial-politik yang terstruktur di Mesir, juga telah memiliki cabang yang banyak yang tersebar di berbagai negara-negara Arab dan Islam.

Imam Al-Banna selalu menegaskna bahwa jamaah yang didirikannya bukan merupakan parti politik, tetapi merupakan kesatuan idea dari berbagai nilai-nilai kebaikan, dan berusaha untuk kembali kepada Islam yang benar dan bersih dan menjadikannya sebagai manhaj yang komprehensif untuk kehidupan.

Adapun manhaj perbaikan yang beliau lakukan adalah dengan cara “Tarbiyah” dan “progresif ” dalam melakukan perubahan yang diinginkan, dan inti dari manhaj yang diinginkan itu adalah membentuk “individu Muslim” lalu “Keluarga Islam”, “komunitas Muslim”, lalu “Pemerintahan Islam”, “Negara, dan khilafah Islam dan akhirnya mencapai pada “ustadziyatul alam” .

Imam Al-Banna memimpin jamaah Ikhwanul Muslimin selama dua periode [1928-1949], dan dalam kepemimpinannya banyak berhadapan dengan peperangan politik dengan pihak lain, khususnya partai Al-Wafd dan partai Al-Saadi. Adapun sebagian besar aktivitas dari Al-Ikhwan terfokus pada permasalahan di lapangan nasional Mesir yang terpuruk setelah pecah Perang Dunia II, dan pada saat itu beliau mengajak Mesir untuk keluar dari sterling blok sehingga dapat memberi tekanan pada Inggris untuk menanggapi permintaan nasional Mesir. Dalam konteks ini, Ikhwanul Muslimin mengadakan konferensi-konferensi, dan melakukan demonstrasi untuk menuntut hak-hak negara, juga memiliki serangkaian politik assassinations terhadap tentara dan pasukan Inggris, terutama di Terusan Suez.

Dan Al-Banna juga mengutamakan perhatiannya secara khusus terhadap isu Palestina, dan menganggapnya sebagai “Persoalan seluruh dunia Islam” dan beliau selalu menegaskan bahwa “Inggris dan orang-orang Yahudi tidak akan memahami kecuali hanya satu bahasa, yaitu bahasa revolusi, kekuatan dan darah”, beliau mengakui fakta adanya aliansi Barat Zionis terhadap Islam. Beliau juga mengajak untuk melakukan penolakan terhadap konsensus pemisahan dan pembagian negeri Palestina yang dikeluarkan oleh PBB tahun 1947, dan mengajak kepada seluruh umat Islam secara umum – dan Ikhwanul Muslimin secara khusus – untuk melakukan jihad di tanah Palestina demi mempertahankan tanah Arab dan Muslim, beliau berkata: “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan mengorbankan jiwa dan harta mereka untuk mempertahankan setiap jengkal dari bumi Palestina Islam dan Arab sehingga Allah mewarisi bumi ini dan orang-orang yang bersamanya “. Dan akhirnya pada tanggal 6 Mei 1948 Lembaga Pendiri Ikhwanul Muslimin mengeluarkan keputusan yang menegaskan jihad suci melawan Yahudi sang agresor, untuk itu Al-Banna mengirim brigade Mujahidin dari Ikhwanul Muslimin ke Palestina dalam perang tahun 1948. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Mesir melikuidasi jamaah Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember tahun 1948; sehingga, menyebabkan terjadinya bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan Pemerintah An-Nakrasyi.

Al-Banna memiliki pendapat yang tepat dan wawasan yang luas terhadap qadhiyah an-nahdhah (masalah kebangkitan) yang mampu membuat sibuk umat Islam sejak dua abad sebelumnya dan hingga sekarang masih didengungkan. Beliau menghubungkannya dengan masalah kemerdekaan dari kolonialisme dan ketergantungan pada Eropa dari satu sisi, dan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan yang harus dicapai oleh umat Muslim pada sisi yang lain, dan beliau mengatakan: “Kita tidak akan mampu melakukan perbaikan dan kita tidak bisa menerapkan konsep perbaikan secara internal selama kita belum merdeka dari intervensi dan campur tangan asing” Beliau juga mengatakan: “Tidak ada kebangkitan tanpa ilmu pengetahuan dan apa yang diraih oleh orang kafir -dalam menjajah- adalah karena dengan ilmu “, beliau melihat bahwa ketergantungan umat Islam pada Eropa terhadap tradisi dan kebiasaan-kebiasaannya dapat menghalangi kemerdekaan dan kebangkitan mereka, beliau berkata: “Bukankah sebuah paradoks yang aneh, kita meninggikan suara menuntut untuk merdeka dari Eropa dan melakukan protes keras terhadap segala tindak tanduknya, sementara di pihak lain kita meng agungkan tradisi-tradisinya dan terbiasa dengan adat-adatnya, dan bahkan kita lebih memilih produk-produknya?

Sebagaimana beliau juga melihat bahwa persoalan perempuan merupakan salah satu permasalahan sosial paling penting; karena itu, karena itu -sejak awal didirikannya Ikhwanul Muslimin- beliau banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan kaum perempuan, beliau membuat bagian khusus yang disebut dengan “Akhwat Muslimat”. Dan beliau selalu menekankan bahwa Islam telah memberikan kepada perempuan hak-hak pribadi, sipil dan politik, dan pada saat yang bersamaan, Islam juga meletakkan kaidah-kaidah yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam penerapan hak-hak tersebut

Namun Imam Al-Banna tidak hanya menyeru untuk mendirikan sebuah sistem pemerintahan keagamaan teokratis dengan pengertian yang dikenal oleh Eropa pada abad pertengahan, namun beliau menyeru untuk menerapkan hukum Islam berdasarkan aturan dari syura, kebebasan, keadilan dan kesetaraan.

Dan beliau menerima dengan lapang bentuk konstitusional undang-undang parlemen, dan menganggap lebih dekat sistem pemerintahan di seluruh dunia terhadap Islam, dan beliau melihat bahwa jika formula tersebut diterapkan, maka dipastikan akan mampu mewujudkan tiga prinsip yang melandasi aturan Islam; yaitu “tanggungjawab pemimpin, kesatuan umat dan penghargaan terhadap kehendaknya”.

Terbunuhnya Sang Imam

lokasi: Kairo, di distrik Al-Himliyah. Waktu: Pertengahan malam tanggal 12 Februari 1949. Kronologi: terdapat beberapa kendaraan polisi melaju di tengah keheningan malam, hingga mencapai pada salah satu jalan di distrik Al-Hilmiyah, Kairo, mereka bertugas menghentikan kendaraan yang melaju di jalan tersebut, beberapa tentara memblokade jalan dengan senjata lengkap,dan penjagaan diperketat terutama di sebuah rumah sederhana di yang ada di jalan tersebut, lalu sebuah mobil polisi melaju menuju rumah tersebut, satu barisan tentara memindahkan mayat dari mobil ke rumah tersebut dengan cepat, lalu mengetuk pintu yang ada di atasnya, seorang Syeikh berumur sembilan puluhan tahun membuka, lalu beberapa tentara masuk ke rumah tersebut sebelum mereka memasukkan tubuh yang sudah mati tersebut untuk mengkonfirmasi tidak ada orang lain di rumah tersebut, ultimatum yang keras disampaikan kepda syekh tersebut; tidak boleh ada suara, tidak boleh ada kegaduhan, dan bahkan tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengurus mayat tersebut, cukup anda dan keluarta yang ada di rumah, dan tepat jam sembilan esok pagi beliau harus dimakamkan.

Adapun Syeikh tersebut adalah orang tua almarhum, meskipun ia terketut, sekalipun ia sudah tua, dirinya mampu memakamkan anaknya sendirian, beliau membersihkan darah anaknya yang terkena peluru dan mendarat di sekujur tubuhnya.

Pada pagi harinya, petugas datang tepat waktu, mereka berkata: bawa sini anakmu untuk segera dikubur. Maka syeikh yang sudah berumur 90 tahun tersebut berseloroh: bagaimana saya membawanya? Seharusnya sebagian prajurit ikut membawanya! Namun para prajurit menolak, dan responnya adalah hendaknya orang-orang rumah yang membawanya. Saat itu almarhum meninggalkan beberapa anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih bayi.

Akhirnya tubuh yang sudah menjadi mayat dibawa oleh istrinya dan anak perempuannya dan dibantu oleh ayahnya, dan bagi siapa yang berani ikut membantunya maka akan ditangkap dan di penjara, akhirnya jenazah sampai ke masjid untuk di shalatkan, tidak ada yang ikut menyolatkannya kecuali ayahnya dan dibelakangnya anaknya (istri sang imam) dan anak-anak perempuan dari keturunannya, dan mereka juga yang turun ke kubur, lalu kembali ke rumah dengan penjagaan yang super ketat, demikian kronologi pembunuhan dan prosesi pemakaman As-Syahid Imam “Hassan al-Banna”, setelah itu banyak tetangganya yang ditangkap, tidak ada alasan lain kecuali hanya karena mengungkapkan takziah (belasungkawa) kepada keluarga yang ditinggal, dan blokade terus berlanjut tidak hanya di rumah karena khawatir banyak yang berdatangan untuk takziya, namun juga di sekitar kuburan sang imam, karena takut ada yang berani mengeluarkan mayatnya dan mengekspos kejahatan yang telah terjadi, bahkan banyak dari pihak kepolisian disebar di beberapa masjid; untuk segera ditutup kembali setelah ibadah shalat ditunaikan, karena takut ada seseorang yang berani menshalatkannya.

Di sisi lain seorang raja negara tersebut menunda dalam merayakan ulang tahun ke 11 Februari dari 12 Februari; untuk ikut merayakan bersama orang merayakan kematian sang imam, dan salah seorang intelektual menceritakan bahwa dirinya menyaksikan salah satu perayaan di sebuah hotel di Amerika Serikat, dan ketika diceritakan alasan perayaan ini, ia dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan karena kematian Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Jika kebenaran ada pada musuh, maka sesungguhnya pusat penelitian di Prancis dan Amerika ikut berpartisipasi dalam peletakan seratus orang yang paling terpengaruh di dunia pada abad kedua puluh, dua dari dunia Arab adalah: Imam As-Syahid “Hassan al-Banna”, dan yang lainnya adalah Gamal Abdul Nasser.

Buku-buku karangan imam Hasan Al-Banna

Tidak ada yang dimiliki oleh Hassan al-Banna dari literatur buku atau karangan-karangannya kecuali berupa risalah, baik kumpulan dan cetakan dengan judul buku “Majmuah Rasail imam Hasan Al-Banna” sebagai referensi utama dalam memahami pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin secara umum. Beliau juga memiliki buku mudzakarah yang dicetak beberapa kali dengan judul “Mudzakirah da’wah wa da’iyah”, selain itu beliau juga memiliki majalah dan riset-riset kecil dalam jumlah yang besar, seluruhnya tersebar dalam koran-koran dan majalah Ikhwanul Muslimin yang dimuat pada tahun tiga puluh dan empatpuluhan tahun yang lalu.

Rahimahullah Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Monday, February 8, 2010

sabar.....x semudah kata..!

salam ukhwah semua.....

alhamdulillah diberi kesempatan waktu untuk mencoret luahan hati ini...
sebenarnya saya pun bukan la orang yang suka meluahkan perasaan tp pd ketika ini hati tergerak utk menulis....

ingin berkongsi pengalam... baru2 ne sebagai ketua blok ditugaskan tuk mencari peserta2 unyuk memasuki pertandingn smpena English week, alhamdulillah dapt la cari peserta2 ya 'sanggup masuk' pertandingan 2...

namun, bila tarikh dan hari nyer tibe...x der sape pun nak join....masing2 sbuk nagn test dak kelas ganti...x leh nak salahkan mereka jugk..mungkin akademik lg penting...

pd hari sabtu pula, pertandingan explorace, peserta yg janji nak masuk pun x de...jd sebagai alternati saya pun terpaksa masuk....yg sedih sgt ader yg beria2 nak join tp bla saya hubungi tga tdow..! sabarnyer saya...

nasib bek ngn kuasa yg ader, dgn selambnyer saya ajak akak2 kaunselor pelatih dr umt tuk join group saya....
Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah...kami berjaya mendapat tempat pertama.......


berkat kesabaran....


-tekenang bagaimana Rasulullah saw mengharungi segala rintangn n cabaran dlm mnyebarkan dakwah islamiah....sabarnya Baginda.!!!!!!!!!!

Zinnirah...


Wanita Buta yang Celik Hatinya...


Wanita mithali ini bukanlah terkenal kerana kecantikan atau kebangsawanan. Dia memang tidak memiliki kecantikan atau kekayaan. Dia hanyalah seorang hamba kepada Umar al-Khattab sebelum keislamannya. namun dia memiliki aqidah tauhid yang menebal pada zaman penentangan Islam.
Biarpun fizikal wanita ini diseksa dgn berbagai-bagai kesakitan, penderitaan & kesusahan tetapi hatinya tetap kpd Allah swt. Dia menerima penyeksaan itu walaupun tubuhnya hancur akibat pukulan demi pukulan, sepakan terajang & hantukan. Namun, demi Islam
dia tidak akan menyerah kalah.

Zinnirah, begitulah indah namanya, mungkin tidak ramai yg tahu kisah ketabahan & keagungan cintanya kpd Allah swt. Wanita ini tidak punya ijazah, tidak terkenal di dunia, tidak mempunyai harta apalagi memiliki pangkat yg besar. Namun, Allah swt memuliakan dan memberi penghormatan yg tinggi kepadanya.

Dunia dan segala isinya bukan lagi matlamat. Sekalipun dilonggokkan emas sebesar Bukit Uhud, dia tidak akan menukar aqidah yg telah bertunjang di hatinya. Menurut riwayat islam, Zinnirah adalah di
antara org yg awal memeluk Islam.Zaman awal Islam penuh cubaan. Sesiapa yg memeluk Islam, tidak
seorang pun bebas drpd pelbagai penderitaan, kecaman, kata nista dan penindasan.Zinnirah mengalami itu semua. Wanita berbangsa Rom ini telah ditawan dan dijual di Kota Makkah.Kemudian Umar al-Khattab membelinya dgn harga yg murah utk dijadikan hamba, seterusnya menjadi tawanan tuannya.

Pada peringkat awal, Zinnirah cuba menyembunyikan pengislamannya drpd diketahui oleh Umar.Dia melakukan ibadah ketika org lain tiada di rumah atau pada waktu tengah malam ketika org lain sedang nyenyak tidur. Namun, lama kelamaan amalan solehahnya dapat dicium oleh musuh.

Sudah tentu org yg paling marah ialah tuannya sendiri iaitu Umar. Siapakah yg tidak kenal dgn Umar al-Khattab yg terkenal dgn sikap kejam, bengis, ganas, garang, tidak berhati perut, tidak berperi kemanusiaan itu. Umar terus menampar Zinnirah, menendang, mengikat kedua belah kaki tangan
Zinnirah. Kemudian, dijemur di tgh panas mentari. Bayangkanlah antara seksaan yg dihadapinya. Sungguh panas padang pasir pada waktu siang dan terlalu sejuk pada waktu malam, badannya dihempap dgn batu besar dan 1001 macam penyeksaan yg diterimanya.

Dalam keperitan fizikal, Zinnirah masih mampu menguntum senyuman. Hatinya tidak putus-putus mengucapkan " Allah, Allah, Allah, Allahu Akbar, Allah lah yg Maha Besar ". Dan hatinya berbisik, " Ini untuk-Mu wahai Tuhan, aku membeli kesusahan ini utk mendapat kesenangan diakhirat ". Begitulah
ungkapan katanya yg menjadi penawar utknya.

Kemuncak penyeksaan yg diterima oleh Zinnirah ialah matanya dicucuk dgn besi tajam dan akhirnya gelaplah seluruh pandangan. Hatinya masih mampu berbisik," Tuhan, walau aku dibunuh mati, aku lebih rela daripada menjual agama-Mu ini Tuhan. Semakin aku diuji, semakin terasa kehebatan dan
keagungan-Mu Tuhan. Panahan cinta dari-Mu itulah makin menguatkan diri ini utk menerima apa shj. Cuma satu permintaanku, berilah petunjuk kpd org yg menyeksaku ini.

Ternyata doa org teraniaya ini makbul. Akhirnya Umar memeluk Islam setelah mendapat hidayah Allah swt melalui adiknya, Fatimah. Malah Saidina Umar menjadi sahabat yg tergolong Khulafa Arrasyidin...Sifat pembengisnya bertukar menjadi lembut, garang bertukar kpd pemaaf,bakhil bertukar pd pemurah,tidak berhati perut kpd bertimbang rasa, gila dunia kpd gila akhirat.

Kembali kpd Zinnirah, walaupun matanya buta utk melihat alam maya tapi hatinya tidak buta utk menerima cahaya kebenaran Islam. Pandangan hati boleh menembusi pandangan zahir. Apabila melihat keadaan Zinnirah, org-org Quraisy cuba mempermain-mainkannya. Mereka mengatakan Zinnirah buta kerana menerima laknat dari Tuhan mereka iaitu, latta dan Uzza.

Zinnirah menolak penghinaan itu. Baginya kedua berhala itu tiada sedikitpun kena mengena dgn matanya. Dia cuba meyakinkan mereka bahawa masalah buta itu adalah dtg drpa Allah swt. Maka Allahlah yg berkuasa mengembalikan pancainderanya seperti biasa.Berlakulah sedikit kekecohan, org-org Qurais mencabar Zinnirah kerana mempertahan dirinya. Umar pula sudah berhenti menyeksa kerana bosan melihat ketabahan hatinya.

Hambanya tidak mahu sedikitpun berganjak drpd keimanan kpd Allah swt. Tiada siapa yg boleh menolak ketentuan Tuhan. Apabila Allah swt mengambil sekejap nikmat mata, kemudian memulangkannya semula kpd Zinnirah. Allah swt menggantikannya dgn mata yg lebih baik. Zinnirah boleh melihat seperti biasa, lebih terang drpd matanya yg asal. Demikianlah pertolongan Allah swt
kepadanya bagi menguatkan lagi keimanannya. Tidak lama kemudian, Saiyidina Abu Bakar dtg menyelamatkan Zinnirah dgn membelinya dgn harga tinggi. Terselamatlah dia drpd menjadi penindasan org-orgkafir.

Di antara sifat wanita yg solehah ini, dia sentiasa merasa Allah swt memerhatikan dirinya, setiap detik dan saat. Apabila nafsunya mengajak berbuat sesuatu perkara yg mungkar, segera pula hatinya bertindak balas dgn mengatakan Allah swt Maha Melihat. Nafsu yg mahu berbuat segera ditepis dgn
katanya," wahai nafsu mengapa engkau tidak takut dgn neraka?".

Hati Zinnirah sentiasa terpimpin, begitu juga dgn akhlaknya. Hasilnya, hati dan jiwa merasa aman drpd kongkongan hawa nafsu. Kemerdekaan jiwa inilah yg diperolehi oleh Zinnirah, wanita yg tidak terkenal didunia tetapi terkenal di langit.

Marilah kita berazam dgn membulatkan sepenuh pengharapan memohon pada Allah swt supaya sentiasa mendapat petunjuk dan hidayah. Sekiranya diuji dgn pelbagai dugaan biarlah hati kita setabah Zinnirah.Biarlah iman kita sekuat dirinya. Biarlah hati kita terus celik...inilah idola kita, Zinnirah....

'Ainul Mardhiah...

'Ainul Mardhiah merupakan seorang bidadari yang
paling cantik dikalangan bidadari-bidadari yang lain
( bermaksud mata yang di redhai )
Suatu pagi (dalam bulan puasa) ketika
nabi memberi targhib (berita-berita semangat di
kalangan sahabat untuk berjihad pada agama
Allah) katanya siapa-siapa yang keluar di jalan
Allah tiba-tiba ia shahid, maka dia akan
dianugerahkan seorang bidadari yang paling cantik
dikalangan bidadari2 syurga. Mendengar berita itu
seorang sahabat yang usianya sangat muda
teringin sangat nak tahu bagaimana cantiknya
bidadari tersebut.... tetapi dia malu nak
bertanyakan kepada nabi kerana malu pada
sahabat-sahabat yang lain. Namun dia tetap beri
nama sebagai salah sorang yang akan
keluar/pergi. Sebelum Zohor sunnah nabi akan
tidur sebentar (dipanggil khailulah, maka sahabat
yang muda tadi juga turut bersama jemaah tadi...
tidur bersama-sama....

Dalam tidur tersebut dia bermimpi berada di satu
tempat yang sungguh indah, dia bertemu dengan
seorang yang berpakaian yang bersih lagi cantik
dan muka yang berseri2 lalu ditanyanya
dimanakah dia... lalu lelaki itu menjawab inilah
syurga. Lalu dia menyatakan hasrat untuk
berjumpa dengan 'Ainul Mardhiah... lalu
ditunjuknya di suatu arah maka berjalan dia... di
suatu pepohon beliau mendapati ada seorang
wanita yang tak pernah dia lihat kecantikan
begitu... takpernah dilihat didunia ini... lalu diberi
salam dan dia bertanya andakah ainul mardhiah...
wanita itu menjawab ehh tidakk... saya
khadamnya ainul mardhiah ada di dalam
singgahsana sana.

Lalu dia berjalan dan memasuki satu mahligai
yang cukup indah dan mendapati ada seorang lagi
wanita yang kecantikannya berganda-ganda dari
yang pertama tadi sedang mengelap permata-mata
perhiasan di dalam mahligai.... lalu diberi salam
dan di tanya lagi adakah dia ainul mardiah lalu
wanita itu menjawab... eh tidakkk saya hanya
khadamnya di dalam mahligai ini... ainul mardiah
ada di atas mahligai sana,..... lalu dinaikinya anak-
anak tangga mahligai permata itu kecantikkannya
sungguh mengkagumkan... lalu dia sampai ke
satu mahligai dan mendapati seorang wanita yang
berganda-ganda cantik dari yang pertama dan
berganda-ganda catiknya dari yang kedua.... dan
tak pernah dia lihat di dunia.... lalu wanita itu
berkata ... akulah ainul mardhiah, aku diciptakan
untk kamu dan kamu diciptakan untk aku.... bila
lelaki itu mendekatinya wanita itu menjawab...
nantiii kamu belum syahid lagiiii...... tersentak itu
pemuda itu pun terjaga dari tidurnya lalu dia
menceritakan segala-galanya kepada satu sahabat
lain, namun begitu dia memesan agar jangan
menceritakan cerita ini kepada nabi SAW... tapi
sekiranya dia shahid barulah ceritakan kepada
nabi.

Petang itu pemuda itu bersama-sama dengan
jemaah yang terdapat Nabi di dalamnya telah
keluar berperang lalu ditakdirkan pemuda tadi telah
shahid. Petang tersebut ketika semua jemaah
telah pulang ke masjid, di waktu hendak berbuka
puasa maka mereka telah menunggu makanan
untuk berbuka (tunggu makanan adalah satu
sunnah nabi). Maka kawan sahabat yang shahid
tadi telah bangun dan merapati nabi SAW dan
menceritakan perihal sahabat nabi yang sahaid
tadi... dalam menceritakan itu nabi menjawab
benar... benar... benar... dalam sepanjang cerita
tersebut. Akhirnya nabi SAW berkata memang
benar cerita sahabat kamu tadi dan sekarang ini
dia sedang menunggu untuk berbuka puasa di
syurga.... subhanallah...

Monday, February 22, 2010

Hidayah Allah....

Bismillahirrahmanirrahim....

Alhamdulillah, Maha Suci Allah..syukur kerana masih d beri nikmat Iman dan Islam d kala saat manusia semakin hilang arah tujuan. Di kala umat Islam digemparkan dengan pelbagai berita yg kurang menyenangkan terutama masalah sosial yg blaku dalam klgn remaja, masalah zina yg akhirnya membawa kpd pelbagai kes sama ada pembuangan mahupun pembunuhan bayi... nauzubillah...

Di manakah kita di saat ini? Apakah tindakan kita bila mendengar kes2 spt ini? seakan sudah biasa, menjadi santapan mata dan telinga...Ya Allah, moga d jauhkan kita semua drpd tergolong dallam kalangan orang yg meminggirkan syariat Allah...Ingatlah nikmat yg kita kecapi d dunia hanyalah sementara, kehidupan d akhirat lah yg kekal abadi..

sedarlah, kita d beri pilihan untuk memilih,hidayah atau dhalalah(kesesatan).
Hidayah ialah petunjuk jalan bg memastukan perjalanan hidup seseorang itu berada atas landasan yg betul dan lurus.

Hidayah membantu manusia untuk mengawal nafsu dengan baik. walaupun kita di goda dgn pelbagai ancaman, namun dengan bersenjatakn hidayah Allah, InsyaAllah kita mampu menepis segala godaan duniawi.

Namun, tidak semua orang mampu memiliki hidayah Allah, krn hidayah Allah milik orang yg benar2 berusaha untuk mendapatkannya. antara cara terbaik untuk mendapat hidayah Allah ialah mndekatkan diri kpd Allah. Allah memilih org2 tertentu yg dikehendaki Nya utk di kurniakan hidayah, tiada siapa yg mgetahui sama ada dia tgolong dln golongan org2 yg dberi hidayah atau tidak. justeru, kita hendaklah sentiasa berdoa dan berikhtiar bersungguh2 semoga kita termasuk dlm kalgn orang yg terpilih...
wallahua'lam...

Saturday, February 20, 2010

Bilal bin Rabah

Bilal bin Rabah: Suara Emas dari Ethiopia

Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah, Bilal
bin Rabbah, salah seorang sahabat utama, bermimpi dalam
tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu dengan Rasulullah.

"Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu,"
demikian Rasulullah berkata dalam mimpi Bilal.
"Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu dan
mencium harum aroma tubuhmu," kata Bilal masih dalam
mimpin-ya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan
Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia
dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah
seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal
segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru
kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk
Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi
junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar terbungkus rasa haru. Kenangan
semasa Rasulullah masih bersama mereka kembali hadir,
seakan baru kemarin saja Rasulullah tiada. Satu persatu dari
mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia
mulia itu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh
kenangan dengan nabi tercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat
meminta Bilal mengumandangkan adzan Maghrib jika tiba
waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lama tidak menjadi
muadzin sejak Rasulullah tiada. Seolah, penduduk Madinah ingin
menggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan
yang dikumandangkan Bilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun
menerima dan bersedia menjadi muadzin kali itu. Senjapun
datang mengantar malam, dan Bilal mengumandangkan adzan.
Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolah
tercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua
penduduk Madinah meneteskan air mata. "Marhaban ya
Rasulullah," bisik salah seorang dari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak
untuk mengumandangkan adzan setelah Rasulullah wafat.
Waktu itu, beber-apa saat setelah malaikat maut menjemput
kekasih Allah, Muhammad, Bilal mengumandangkan adzan.
Jenazah Rasulullah, belum dimakam-kan. Satu persatu kalimat
adzan dikumandangkan sampai pada kalimat, "Asyhadu anna
Muhammadarrasulullah." Tangis penduduk Madinah yang
mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yang
hendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah, Rasulullah telah dimakamkan, Abu Bakar
meminta Bilal untuk adzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu
Bakar.

Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu
membe-baskan demi kepentinganmu, maka aku akan
mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kau dulu
membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku."
"Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar.
"Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal.
"Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggal
Rasulullah," lanjut Bilal.
"Kalau demikian, terserah apa maumu," jawab Abu Bakar.

***

Di atas, adalah sepenggal kisah tentang Bilal bin Rabah, salah
seorang sahabat dekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal
adalah seorang keturunan Afrika, Habasyah tepatnya. Kini
Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia.

Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi
dan besar, begitulah Bilal. Pada mulanya, ia adalah budak
seorang bangsawan Makkah, Umayyah bin Khalaf. Meski Bilal
adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insya
Allah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat
mudah menerima hidayah saat Rasulullah berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi
salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang
berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup dan mati,
begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab.

Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai
ganjarannya, Bilal di siksa dengan berbagai cara. Sampai
datang padanya Abu Bakar yang membebaskannya dengan
sejumlah uang tebusan.

Bisa dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk
orang yang pilih tanding dalam mempertahankan agamanya.
Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata, orang yang pertama kali
menampak-kan keislamannya adalah Rasulullah. Kemudian
setelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan
keluarganya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad.

Selain Allah tentunya, Rasulullah dilindungi oleh paman beliau.
Dan Abu Bakar dilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial,
orang paling lemah saat itu adalah Bilal. Ia seorang perantauan,
budak belian pula, tak ada yang membela. Bilal, hidup sebatang
kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau tak
berdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan
walin-ya, itu lebih cukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah
bin Khalaf, sang majikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa
Bilal saja. Setelah puas hatinya menyiksa Bilal, Umayyah pun
menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafir berandalan.
Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang
jalan. Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad,"
puluhan kali dari bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat
lemah, tapi tidak di mata Allah. Ada satu riwayat yang
membukti-kan betapa Allah memberikan kedudukan yang mulai
di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal untuk menghadap.
Rasulullah ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang
menja-dikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang
Rasulullah.

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di
dalam surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut
bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya
Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu
dan shalat sunnah dua rakaat."

"Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah
membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin
Rabah di sisi Allah.
Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan
merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati
kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak
belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai
muadzin saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Saat
itu, Bilal sudah bermukim di Syiria dan Umar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk
mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal
pun naik ke atas menara dan bergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah, yang ada di sana menangis tak
terkecuali. Dan di antara mereka, tangis yang paling kencang
dan keras adalah tangis Umar bin Khattab. Dan itu, menjadi
adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya tak kuasa
menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir
zaman.

syukur pada Mu ya Allah..

Alhamdulillah...selamat sampai d ump.... jam 4.45 pm..
hari ne sempat bawa bekal.time kasih abah sebab masakkan untuk saya, terima kasih emak sebab bantu saya bkemas....saya sgt bsyukur kerana d kurniakan oleh Allah ibu bapa yg sgt penyayang n mgambil berat ttg anak2 nya... kadang2 saya sendiri merasa telalu d manjakan mcm budak sekolah rendah jer...mak dan ayah terlalu risau ttg keadaan diri saya....rasa ksh sayang itu adalah cebisan dr sifat Allah yg Maha pengasih lg Maha penyayang yg d campakkan ke dalam hati ke dua ibu bapa saya.... jika begitu, bagaimana pula Allah, tentulah rasa kasih n sayang Nya pd hamba2 Nya meleebihi segalanya...pasti Allah begitu kasih pada kita semua, lihat sj segala nikmat yg telah Allah beri kpd kita yg sedar atau tidak.... Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim... setinggi syukur pd Mu atas segala2nya....

Thursday, February 11, 2010

Taubat & kondisi hati

HATI adalah organ yang paling utama dalam tubuh manusia dan nikmat paling agung diberikan oleh Allah. Hati menjadi tempat Allah membuat penilaian terhadap hamba-Nya. Pada hatilah letaknya niat seseorang. Niat yang ikhlas itu akan diberi pahala oleh Allah.

Hati perlu dijaga dan dipelihara dengan baik agar tidak rosak, sakit, buta, keras dan lebih-lebih lagi tidak mati. Sekiranya berlaku pada hati keadaan seperti ini, kesannya adalah membabitkan seluruh anggota tubuh badan manusia. Maka, akan lahirlah penyakit masyarakat berpunca dari hati yang sudah rosak itu.

Justeru, hati adalah amanah yang wajib dijaga sebagaimana kita diamanahkan untuk menjaga mata, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya daripada berbuat dosa dan maksiat.

Hati yang hitam ialah hati yang menjadi gelap kerana dosa. Setiap satu dosa yang dilakukan tanpa bertaubat itu akan menyebabkan terjadinya satu titik hitam pada hati. Itu baru satu dosa. Maka bayangkanlah bagaimana pula kalau sepuluh dosa? Seratus dosa? Seribu dosa? Alangkah hitam dan kotornya hati ketika itu.

Perkara ini jelas digambarkan dalam hadis Rasulullah bermaksud: “Siapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya setitik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu daripada hatinya.

Jika dia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus merebak hingga seluruh hatinya menjadi hitam.” (Hadis riwayat Ibn Majah).

Hadis ini selari dengan firman Allah yang bermaksud “Sebenarnya ayat-ayat Kami tidak ada cacatnya, bahkan mata hati mereka telah diseliputi kekotoran dosa dengan sebab perbuatan kufur dan maksiat yang mereka kerjakan.” (Surah al-Muthaffifiin, ayat 14).

Hati yang kotor dan hitam akan menjadi keras. Apabila hati keras, kemanisan dan kelazatan beribadat tidak dapat dirasakan. Ia akan menjadi penghalang kepada masuknya nur iman dan ilmu. Belajar sebanyak mana pun ilmu yang bermanfaat atau ilmu yang boleh memandu kita, namun ilmu itu tidak akan masuk ke dalam hati, kalau pun kita faham, tidak ada daya dan kekuatan kita untuk mengamalkannya.

Allah berfirman yang bermaksud “Kemudian selepas itu, hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Pada hal antara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir sungai daripadanya, dan ada pula antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar mata air daripadanya.

“Dan ada juga antaranya yang jatuh ke bawah kerana takut kepada Allah sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Baqarah, ayat 74).

Begitulah Allah mendatangkan contoh dan menerangkan bahawa batu yang keras itu pun ada kalanya boleh mengalirkan air dan boleh terpecah kerana amat takutkan Allah.

Oleh itu, apakah hati manusia lebih keras daripada batu hingga tidak boleh menerima petunjuk dan hidayah daripada Allah.

Perkara yang paling membimbangkan ialah apabila hati mati akan berlakulah kemusnahan yang amat besar terhadap manusia.

Matinya hati adalah bencana dan malapetaka besar yang bakal menghitamkan seluruh kehidupan. Inilah natijahnya apabila kita lalai dan cuai mengubati dan membersihkan hati kita. Kegagalan kita menghidupkan hati akan dipertanggungjawabkan oleh Allah pada akhirat kelak.

Persoalannya sekarang, kenapa hati mati? Hati itu mati disebabkan perkara berikut:

Pertama: Hati mati kerana tidak berfungsi mengikut perintah Allah iaitu tidak mengambil iktibar dan pengajaran daripada didikan dan ujian Allah.

Allah berfirman bermaksud “Maka kecelakaan besarlah bagi orang yang keras membatu hatinya daripada menerima peringatan yang diberi oleh Allah. Mereka yang demikian keadaannya adalah dalam kesesatan yang nyata.” (Surah al-Zumar, ayat 22).

Kedua: Hati juga mati jika tidak diberikan makanan dan santapan rohani sewajarnya. Kalau tubuh badan boleh mati kerana tuannya tidak makan dan tidak minum, begitulah juga hati.

Apabila ia tidak diberikan santapan dan tidak diubati, ia bukan saja akan sakit dan buta, malah akan mati akhirnya.

Santapan rohani yang dimaksudkan itu ialah zikrullah dan muhasabah diri.

Oleh itu, jaga dan peliharalah hati dengan sebaik-baiknya supaya tidak menjadi kotor, hitam, keras, sakit, buta dan mati. Gilap dan bersihkannya dengan cara banyak mengingati Allah (berzikir).

Firman Allah bermaksud “Iaitu orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan mengingati Allah. Ketahuilah! Dengan mengingati Allah itu tenang tenteramlah hati manusia.” (Surah al-Ra’d, ayat 28)

Firman-Nya lagi bermaksud “Hari yang padanya harta benda dan anak-anak tidak dapat memberikan sebarang pertolongan, kecuali harta benda dan anak-anak orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera daripada syirik dan munafik.” (Surah al-Syura, ayat 88 – 89)

Sucikanlah 4 hal dengan 4 perkara :
“Wajahmu dengan linangan air mata keinsafan,
Lidahmu basah dengan berzikir kepada Penciptamu,
Hatimu takut dan gementar kepada kehebatan Rabbmu,
..dan dosa-dosa yang silam di sulami dengan taubat kepada Dzat yang Memiliki mu.”


Keluarga Ukhuwah Islamiyah

Wednesday, February 10, 2010

Mar’ah (wanita) Muslimah

Bismillahirrahmaanirrahiim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(At-Tahrim: 6)

Seseorang menuliskan untukku sebuah surat yang pada intinya meminta agar saya berkenan menulis tentang wanita dan sikapnya terhadap lelaki. Juga Sebaliknya, sikap lelaki terhadap wanita, pendapat Islam tentang hal itu, dan upaya menganjurkan manusia agar berpegang teguh dengannya serta mau menerapkan hukum-hukumnya.

Bukan berarti saya bodoh akan urgensi bahasan seperti ihi kalau saya tidak serta merta mengikuti permintaan tersebut. Bukan pula tidak mengetahui akan posisi wanita dalam percaturan bangsa. Bahkan ia setengah yang paling menentukan dalam kehidupan bangsa tersebut. Karena wanita adalah madrasah perdana yang akan membentuk dan memformat generasi. Pola bagaimana yang diterima oleh seorang anak, maka itulah yang menentukan perjalanan bangsa dari sudut pandang umat. Dan lebih dari itu semua, wanita adalah orang pertama yang memberikan kontribusi dalam kehidupan pemuda dan bangsa.

Saya tidak menutup mata akan ini semuanya, dan Islam yang hanif ini juga tak mengabaikannya. Karena ia yang datang sebagai cahaya dan petunjuk bagi seluruh manusia, telah mengatur semua aspek kehidupan dengan serangkaian aturan yang paling proporsional dan berpijak di atas landasan dan tata perundang-undangan yang utama. Memang Islam tidak mengabaikan itu semuanya dan tidak meninggalkan manusia kebingungan dalam setiap aspek kehidupan. Islam menjelaskan kepada mereka semuanya dengan penjelasan yang tidak membutuhkan tambahan.

Pada hakekatnya tidak begitu penting bagi kita untuk mengetahui pendapat Islam tentang wanita (juga lelaki ), hubungan antara mereka, dan kewajiban satu dengan yang lainnya. Karena semua itu adalah masalah yang sudah cukup dikenal oleh setiap manusia. Namun yang penting adalah kita bertanya kepada diri kita, apakah kita sudah siap untuk menjalankan hukum Islam?

Realitinya, negeri ini dan juga negeri-negeri muslim yang lain tetap diterpa oleh gelombang seruan yang dahsyat dan ganas untuk bertaklid kepada Barat dan tenggelam di dalamnya.

Sebagian orang bahkan tidak hanya tenggelam dalam gelombang taklid itu, lebih dari itu mereka berusaha menipu diri sendiri dengan mengendalikan sesuai dengan cita-cita dan sistem Barat. Mereka memperalat sifat toleransi ajaran Islam dan keluwesan hukum-hukumnya dengan cara sangat keji, sehingga mengeluarkan hukum-hukum itu dari bentuk Islamnya, menjadikannya tata aturan yang sama sekali tidak punya keterkaitan dengan Islam, mengabaikan Tasyri’nya itu sendiri, dan membuang nash-nash yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Sungguh ini merupakan malapetaka yang besar. Mereka tidak puas hanya sekedar untuk menentang, sampai mereka memperoleh sebuah pelampiasan hukum untuk realisasi dari penentangan ini dan memformatnya dengan shibghah permisifisme dan pembolehan sehingga mereka sendiri enggan untuk sadar dan melepaskan diri darinya.

Maka yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita melihat hukum-hukum Islam dengan kaca mata yang bersih dari hawa nafsu. Kita persiapkan diri kita untuk mau menerima perintah dan larangan Allah. Hal ini merupakan asas dalam menyambut kebangkitan kontemporer kita.

Berdasar asas dia atas tidak ada salahnya jika kita ingatkan manusia terhadap hal-hal yang telah mereka ketahui, dan nilai-nilai yang wajib mereka pahami dari hukum Islam dalam masalah ini.

Pertama : Islam mengangkat harkat dan martabat wanita dan menjadikannya partner laki-laki dalam hak dan kewajiban.

Masalah ini sepertinya dianggap telah selesai. Islam telah meninggikan derajat wanita dan mengangkat nilai kemanusiaannya serta menetapkannya sebagai saudara sebagai sesamanya dan partner bagi laki-laki dalam kehidupan. Wanita adalah bagian dari laki-laki dan laki-laki adalah bagian dari wanita,

“Sebagian kamu adalah bagian dari yang lain.”

Islam mengakui hak-hak pribadi, hak-hak peradaban, dan hak-hak politik wanita secara umum dan sempurna. Islam memperlakukannya sebagai manusia dengan kesempurnaan kemanusiaannya. Ia mempunyai hak dan kewajiban, ia dipuji jika berhasil menunaikan kewajibannya, dan pada saat yang sama hak-haknya wajib dipenuhi. Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh dengan nash-nash yang menegaskan dan menjelaskan pernyataan di atas.

Kedua : Membedakan laki-laki dan wanita dalam hak, sesungguhnya yang terjadi menyusul adanya perbedaan-perbedaan penciptaan yang sudah pasti ada di antara keduanya. Juga karena perbedaan tugas yang harus dilaksanakan serta dalam rangka menjaga keutuhan hak yang dianugerahkan kepada keduanya.

Ada yang mengatakan bahwa Islam membedakan antara laki-laki dan wanita dalam banyak situasi dan kondisi serta tidak memberikan persamaan yang sempurna kepada keduanya. Pernyataan itu benar namun dari sisi yang lain perlu juga dicatat bahwa jika ada hak wanita yang kelihatannya dikuramgi dalam satu sisi, maka Islam pasti menggantinya dengan yang lebih baik pada sisi yang lain.[1]) atau bisa jadi pengurangan ini demi manfaat dan kebaikan wanita itu sendiri sebelum yang lainnya. Dapatkah seseorang mengatakan bahwa pembentukan jasmani dan rohani wanita itu sama persis dengan pembentukan laki-laki? Dapatkah seseorang mengatakan bahwa peran yang harus dimainkan wanita dalam kehidupan ini sama dengan peran yang harus dimainkan laki-laki, selama kita mengakui adanya ibu dan bapak?

Saya yakin bahwa proses pembentukan keduannya berbeda dan bahwa tugas keduannya dalam hidup ini juga berbeda. Perbedaan ini sudah barang tentu akan diikuti berbagai pranata kehidupan yang berhubungan dengan keduannya. Inilah rahasia dari apa yang telah digariskan oleh Islam dari adanya pembedaan-pembedaan antara wanita dan laki-laki dalam hak dan kewajiban.

Ketiga : Antara wanita dan laki-laki terdapat fitrah keterikatan yang kuat satu sama lain. Ini merupakan asas pertama dalam hubungan di antara keduanya. Dan bahwa tujuan dari hubungan tadi-sebelum berupa kenikmatan dan apa saja yang terikat dengannya-adalah kerja sama untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dan bersama-sama menanggulangi beban kehidupan.

Islam telah mengisyaratkan adanya kecenderungan jiwa ini, menyucikannya, dan mengendalikannya dari makna kebinatangan dengan satu pengalihan yang sangat indah menuju makna spiritual, mengagungkan tujuannya, menjelaskan maksud yang ada di dalamnya, dan tinggi nilainya dari sekedar kenikmatan semata menuju sebuah kerja sama yang sempurna.

Marilah kita dengarkan firman Allah swt.:

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya dia antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Ruum: 21)

Ini adalah prinsip dasar yang dipelihara dan ditegaskan oleh Islam berkenaan dengan persepsinya tentang wanita. Dengan pondasi prinsip dasar tadi dibangunlah syariat oleh-Nya yang bijaksana, yang mem-back up kerja sama yang sempurna antara kedua jenis ini, di mana yang satu akan beroleh manfaat dari yang lainnya. Dan syariat ini pulalah yang membantunya dalam berbagai aktifitas kehidupan.

Secara ringkas, Islam membicarakan pandangannya tentang wanita di masyarakat yang termuat dalam butir-butir berikut ini:

Pertama: Kewajiban Mendidik Wanita

Islam melihat adanya kewajiban untuk memperbaiki dan mentarbiyahi akhlak wanita dengan keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan sejak dini. Islam juga menganjurkan para bapak dan para wali wanita untuk melakukan hal ini dan menjanjikan bagi mereka pahala besar dari Allah, serta mengancam mereka dengan azab yang pedih jika mereka menelantarkannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(At-Tahrim: 6)

Dalam hadits shahih Rasulullah saw. bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian itu adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakannya. Seorang Imam adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang laki-laki adalah penggembala didalam keluarganya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang pembantu adalah penggembala dari harta majikannya dan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakan, dan setiap kalian adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya.” (HR. Syaikhan dari Abdullah bin Umar)

Dari Ibnu Abbas ra. Berkata Rasulullah saw.,

مَا مِنْ رَجُلٍ تُدْرِكُ لَهُ ابْنَتَانِ فَيُحْسِنُ إِلَيْهِمَا مَا صَحِبَتَاهُ أَوْ صَحِبَهُمَا إِلَّا أَدْخَلَتَاهُ الْجَنَّةَ

“Tidaklah seorang muslim yang mempunyai dua anak perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam hubungan dengan keduannya kecuali keduanya akan bisa memasukannya ke dalam surga.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)

Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ أَوْ ثَلَاثُ أَخَوَاتٍ أَوْ ابْنَتَانِ أَوْ أُخْتَانِ فَأَحْسَنَ صُحْبَتَهُنَّ وَاتَّقَى اللَّهَ فِيهِنَّ فَلَهُ الْجَنَّةُ

Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam berhubungan dengan mereka dan bertakwa kepada Allah atas (hak) mereka, maka baginya surga.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, hanya saja pada riwayat Abu Dawud Rasulullah saw bersabda, “Kemudian ia mendidik, berbuat baik, dan menikahkan mereka, maka baginya surga.”)

Di antara didikan yang baik bagi anak-anak dalam mengajarkan kepada mereka apa saja dari hal-hal yang sesuai dengan keberadaan mereka seperti: membaca, menulis, berhitung, ilmu agama, sejarah para salafus shalih, -lelaki maupun perempuan-, mengurus rumah, masalah-masalah kesehatan, dasar-dasar tarbiyah, mengurus anak, serta segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang ibu dalam mengatur rumah dan mendidik anak-anaknya.

Dalam hadits Bukhari dikatakan, Rasulullah saw. bersabda,

نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ

“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami agama.” (Bukhari dari Aisyah RA)

Banyak wanita salaf dahulu yang menjadi gudang ilmu, keutamaan, dan fiqih dari dien Allah.

Sedangkan selain hal-hal di atas, dari ilmu-ilmu yang tidak dibutuhkan oleh wanita, maka sia-sia dan tiada guna. Wanita tidak perlu akan hal itu, lebih baik ia menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat.

Adalah Abul A’la Al Ma’arry berpesan kepada wanita seraya berkata,

“Ajarilah mereka memintal dan menjahit. Biarkan mereka membaca dan menulis aksara. Doanya seorang dara dengan Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Sama dengan membaca Yunus dan Bara’ah”

Memang kita tidak menghendaki hanya sampai disitu saja namun kita juga tidak menghendaki mereka-mereka yang melampaui batas dalam membawa wanita kepada hal-hal yang tidak dibutuhkannya dari berbagai macam studi. Kita katakan, “Ajarilah wanita apa yang dibutuhkannya dengan melihat kepada tugas dan peran yang telah dititahkan oleh Allah kepadanya, yakni mengurus rumah dan mendidik anak.”

Kedua: Membedakan Antara Wanita dan Laki-laki

Islam melihat bahwa ikhtilat (campur aduk) antara wanita dan laki-laki itu berbahaya, Islam memisahkan antara keduannya kecuali dengan cara menikah. Oleh karena itulah maka masyarakat Islam adalah masyarakat tunggal bukan bersifat ganda.

Para propagandis ikhtilat mengatakan bahwa hak itu akan menyebabkan kemandulan dalam menikmati lazatnya berkumpul dan manisnya bercengkerama yang akan didapatkan oleh salah satu dari keduanya manakala berkumpul dengan yang lain. Ikhtilat juga akan mewujudkan rasa yang membuahkan aneka tata karma sosial seperti lemah lembut, baik dalam bergaul, halus dalam bertutur, santun dalam sikap, dan lain-lain. Mereka juga mengatakan, pemisahan antara dua jenis ini akan menjadikan salah seorang merasa rindu dengan yang lain. Namun dengan berhubungan antara keduannya (laki-perempuan) akan memperkecil kesempatan berpikir tentang hal itu, akan menjadikannya sebagai hal yang lumrah dalam jiwa. Karena yang paling dicintai manusia adalah apa yang dilarang baginya dan apa yang ada dalam genggaman tangan sudah tidak lagi jadi pikiran jiwa.

Demikianlah yang mereka katakan dan banyak yang terfitnah dengan kata-kata mereka itu. Apalagi hal itu merupakan pikiran yang sesuai dengan gejolak hawa nafsu dan sejalan dengan syahwat. Kita katakan kepada mereka, “Kendati kami belum sepenuhnya puas dengan apa yang kalian katakan pada statemen yang pertama, kami akan katakan kepada kalian akan apa yang diakibatkan oleh kelezatan bertemu dan kenikmatan bercengkramannya laki-perempuan. Akibat itu adalah hilangnya kehormatan, rusaknya jiwa dan perilaku, kehancuran rumah, kesengsaraan keluarga, rawannya kriminalitas, degradasi moral, tidak mempunyai kejantanan yang tidak hanya sekedar sampai kepada kebancian dan kelembekan. sungguh hal ini bisa dibuktikan dan tidak akan membantah kecuali oleh orang yang sombong.”

Dampak negatif ikhtilat ini seribu kali lipat lebih banyak daripada manfaatnya. Jika bertentangan antara maslahat dan kerusakan, maka tentunya menghalau kerusakan itu lebih didahulukan. Apalagi maslahat yang didapat itu tidak sebanding dengan banyaknya kerusakan.

Sedangkan statemen yang kedua, maka itu tidak benar. Justru ikhtilat itu akan menambah kecenderungan. Dulu ada yang mengatakan, “Adanya makanan itu akan menambah syahwatnya orang yang rakus (untuk makan).” Seorang suami hidup bersama istrinya bertahun-tahun, sudah pasti kecenderungan (untuk menggaulinya) akan bertambah dalam jiwanya. Maka bagaimana mungkin hubungan (selalu dekat) dengan sang istri tidak menjadi sebab kecenderungan kepadanya?

Sementara itu seorang wanita yang ikhtilat akan terdorong untuk mempamerkan lekuk-lekuk perhiasannya. Ia tidak rela kecuali laki-laki itu kagum kepadanya, ini merupakan dampak ekonomis yang negatif yang ditimbulkan oleh ikhtilat, yakni boros dalam perhiasan, tabarruj yang mengarah pada habisnya wang, dan kekafiran.

Oleh karena itulah kamu berseru bahwa masyarakat Islam itu adalah masyarakat tunggal bukan masyarakat ganda. Para lelaki punya masyarakat sendiri sebagaimana wanita punya masyarakat sendiri. Islam membolehkan bagi wanita untuk mengikuti shalat ‘ied, shalat jamaah, dan keluar untuk berperang dalam situasi yang sangat darurat. Namun Islam hanya sampai batas ketentuan ini (tidak merambah pada yang lain) dengan menentukan berbagai macam persyaratan seperti: menjauhi tabaruj (berhias berlebihan), menutup aurat, melebarkan pakaian (longgar), tidak tipis, dan tidak pula membentuk warna dan lekuk tubuh, serta tidak berkhalwat (duduk bersepi-sepi) dengan lelaki yang bukan mahramnya dalam situasi dan keadaan yang bagaimanapun.

Sesungguhnya diantara dosa besar dalam Islam adalah jika ada seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya. Islam juga telah memberikan garis ketetapan yang keras dan pasti terhadap segala jalan menuju ikhtilat bagi kedua jenis anak manusia ini. Maka menutup aurat adalah bagian dari tatakramanya.

- Pengharaman khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahramnya adalah salah satu hukum dari sekian hukum-hukumnya.

- Menundukkan pandangan adalah bagian dari kewajiban-kewajibannya.

- Menetap dirumah bagi seorang wanita sampai ketika shlat adalah merupakan syiar dari sekian banyak syiar-syiarnya.

- Menjauhi rangsangan baik suara, maupun gerak dengan segala macam fenomena berhias, -khususnya ketika keluar rumah-adalah salah satu dari sekian banyak garis ketetapannya.

Semua itu disyariatkan agar kaum lelaki selamat dari fitnah wanita, karena fitnah ini adalah fitnah yang paling mudah hinggap dalam dirinya. Juga agar kaum wanita selamat dari fitnah laki-laki, karena fitnah itu adalah fitnah yang paling mudah mendekati hatinya. Ayat-ayat mulia dan hadits-hadits suci telah menuturkan hal itu:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah merasa menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nuur:30)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan –pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (An-Nuur: 31)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi katakan pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang dengan demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Dan ayat-ayat lainnya.

Dari Abdullah bin Masud ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, (yakni meriwayatkan dari Rabbnya),

إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَنْ تَرَكَهَا مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ

“Pandangan itu anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Barangsiapa yang menghindarnya karena takut kepada-Ku, aku akan menggantinya dengan iman yang akan ia dapatkan manisnya keimanan itu di dalam hatinya.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim)

Dari Abu Umamah ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,

لَتَغُضَّنَّ أَبْصَارَكُمْ، وَلَتَحْفَظُنَّ فُرُوجَكُمْ، وَلَتُقِيمُنَّ وُجُوهَكُمْ أَوْ لَتُكْسَفَنَّ وُجُوهُكُمْ

“Hendaklah kalian menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan kalian, atau (kalau tidak) Allah akan membutakan wajah-wajah kalian.” (HR. Thabrani)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. Berkata Rasulullah saw. Bersabda,

مَا مِنْ صَبَاحٍ إِلَّا وَمَلَكَانِ يُنَادِيَانِ وَيْلٌ لِلرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ وَوَيْلٌ لِلنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ

“Tidaklah pagi itu akan menjelang kecuali ada dua malaikat yang berseru, sungguh celaka kaum lelaki dan kaum wanita, sungguh celaka kaum wanita karena kaum lelaki.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dari Uqbah bin Amir ra. Behwasannya Rasulullah saw. Bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Jauhilah kalian untuk memasuki rumah wanita,” berkatalah orang dari Anshar, “Tahukah kamu saudara ipar itu?”, ia mengatakan, “Saudara ipar itu mematikan.” (HR. Bukhari)


1/2/2010 | 15 Safar 1431 H
Oleh: Asy-Syahid Hasan Al-Banna

Urgensi Do’a Bagi Seorang Mukmin

Kita sering mendengar ungkapan yang mengatakan: ad-du’a-u silahul mukmin (do’a adalah senjata orang beriman). Ungkapan ini, bukan merupakan hadits nabi saw. Namun, banyak ayat Al Qur’an dan juga sunnah nabi saw yang shahih menjelaskan bahwa ungkapan itu secara makna adalah ungkapan yang shahih. Oleh karena itu, ikhwati fillah, jangan sampai kita melalaikan senjata yang satu ini. Karena tidak semua orang mampu menggunakannya kecuali orang-orang beriman.

Banyak ayat-ayat Al Qur’an menjelaskan kepada kita, betapa do’a adalah kekuatan yang ampuh dan dahsyat. Doa yang dipergunakan oleh para anbiya’ wal mursalin dalam perjalanan da’wah dan jihad mereka.

Kita ingat, kisah tentang nabiyullah Nuh AS yang gigih melakukan jihad da’awi siang dan malam secara sembunyi dan terang-terangan. Jihad yang dilakukan selama sembilan ratus lima puluh tahun. Ternyata masyarakat yang menerima da’wah beliau hanya sedikit saja. Menghadapi kondisi demikian beliau memanjatkan do’a kepada Allah swt :

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا

Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma`siat lagi sangat kafir. (Nuh: 26 – 27)

Demikianlah, kemudian akhirnya kita ketahui ternyata Allah swt memang membinasakan seluruh orang-orang kafir itu. Sesuai do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh AS.

Kita juga teringat tentang do’a nabiyullah Musa AS kepada Allah SWT yang ditujukan atas Fir’aun dan bala tentaranya. Karena mereka sudah benar-benar melampaui batas dalam kecongkakan dan kepongahan dengan mengandalkan berbagai macam kekuatan duniawi yang dimilikinya. Saat itu nabiyullah Musa AS berdo’a:

وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آَتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir`aun dan pemukapemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksan yang pedih”. (Yunus: 88)

Kemudian selanjutnya kita ketahui apa yang menimpa Fir’aun dan bala tentaranya, mereka semua ditenggelamkan Allah swt di lautan. Semua kisah tersebut di atas adalah contoh do’a-do’a para nabi kepada Allah swt. Doa agar Allah menghancurkan orang-orang yang melampaui batas dalam melakukan pembangkangan terhadap ajaran Allah swt, para nabi dan rasul-Nya. Terdapat pula contoh lain, yaitu do’a para nabi yang mengharapkan agar kaumnya mau menerima da’wahnya.

Salah satu diantaranya adalah do’a nabiyullah Muhammad saw. Doa ketika da’wah beliau kepada orang-orang Thaif disambut dengan lemparan batu dan tuduhan-tuduhan yang menyakitkan. Saat itu beliau saw memanjatkan do’a kepada Allah swt dengan mengatakan:

اللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمَنُوْنَ

“Ya Allah, berikanlah petunjuk dan hidayah kepada mereka, sebab mereka tidak mengetahui”.

Setelah kurang lebih sepuluh tahun kemudian seluruh penduduk Thaif menyatakan masuk Islam, berarti ada jarak kurang lebih 10 tahun antara do’a nabi Muhammad saw dengan kenyataan mereka menerima hidayah Allah swt.

Yang menarik, saat terjadi gelombang massal pemurtadan pada masa Khalifah Abu Bakr As-Shiddiq di Jazirah Arab, orang-orang Thaif tidak termasuk golongan yang murtad. Pemimpin mereka berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku, janganlah kalian murtad, sebab kalian adalah yang paling akhir masuk Islam, maka janganlah kalian menjadi yang pertama dalam kemurtadan!”

Do’a juga merupakan rujukan terakhir orang-orang beriman saat mereka menghadapi berbagai kesulitan dan tentangan besar. Khususnya saat mereka berjihad di jalan Allah swt.

Kita bisa renungkan bagaimana saat pasukan Thalut berhadapan dengan pasukan Jalut yang besar dan dahsyat. Saat itu pasukan mujahidin mukminin melihat betapa besar dan hebatnya kekuatan pasukan Jalut, maka mereka memanjatkan do’a kepada Allah swt:

وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِين

“Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdo`a: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (Al-Baqarah: 250)

Maka, do’a itu membuat Allah swt memberikan kemenangan-Nya kepada mereka. Sekalipun jumlah dan peralatan mereka sangat tidak sebanding dengan apa yang dimiliki pasukan Jalut, sebagaimana tersebut pada ayat setelahnya.

Do’a yang mirip dengan do’a pasukan Thalut diatas adalah do’a nabi Muhammad saw ketika menghadapi pasukan yang menjadi kekuatan utama musyrik Makkah, di bawah pimpinan Abu Jahal cs. Saat itu nabi Muhammad saw terus berdo’a kepada Allah swt tiada henti-hentinya, begitu khusyu’ dan seriusnya, hingga selendang (baju penutup tubuh bagian atas) beliau terjatuh. Beliau memanjatkan do’a:

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ

“Ya Allah, penuhi dan wujudkan apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah, jika golongan Islam ini binasa, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi di atas bumi ini (Muttafaqun ‘alaih).

Dan sebagaimana yang diabadikan oleh sejarah, pada hari itu Allah swt menghancurkan kekuatan utama musyrik Makkah.

Keterangan dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang do’a

1. Do’a merupakan perintah dari Allah .

Sangatlah banyak dari ayat-ayat Al Qur’an yang menyebutkan perintah untuk berdo’a kepada-Nya . Diantaranya, firman Allah (artinya):

“Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian.” (Ghafir: 60)

“Dan berdo’alah kepada Allah dengan mengikhlashkan ibadah (do’a) kepada-Nya.” (Al A’raf: 29)

“Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut.” (Al Jin: 18)

“Dan sesungguhnya Allah memiliki asmaul husna (nama-nama yang mulia), maka berdo’alah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama tersebut.” (Al A’raf: 180)

Di dalam ayat-ayat mulia di atas dan yang lainnya, menunjukkan bahwa do’a merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Sehingga berdo’a kepada-Nya merupakan bentuk tha’ah (ketaatan) kepada-Nya.

2. Do’a adalah ibadah.

Berdo’a kepada Allah merupakan perkara yang amat dicintai-Nya . Bahkan bila semakin sering berdo’a kepada-Nya untuk meminta segala sesuatu yang ia inginkan, semakin menambah kecintaan Allah kepadanya. Karena setiap do’a yang dipanjatkan kepada-Nya , pada hakekatnya (do’a) itu adalah ibadah.

Rasulullah bersabda:

الدعاء هو العبادة

“Sesungguhnya do’a adalah ibadah” (Tirmidzi)

Bukankah kita semua telah mengetahui bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin ini hanyalah untuk beribadah kepada-Nya? Sehingga barangsiapa yang memperbanyak do’a berarti ia telah memperbanyak ibadah kepada-Nya , dan inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah .

Sebagaimana firman-Nya:

“Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariat: 56)

Demikian juga, Rasulullah telah menegaskan bahawasanya do’a merupakan perkara yang paling dicintai dan mulia di sisi-Nya , beliau bersabda:

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ سُبْحَانَهُ مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di hadapan Allah subhanahu daripada do’a.” (At Tirmidzi)

Mengapa do’a itu paling mulia dan paling dicintai oleh Allah ? sebagaimana penjelasan di atas, karena pada hakekatnya do’a itu sendiri adalah ibadah, yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap hambanya.

3. Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat dari Allah .

Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat Allah yang sangat didambakan oleh setiap hamba. Karena dengan rahmat-Nyalah kita mendapat hidayah Islam dan Iman, serta mendapat pula maghfirah (ampunan) dari dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Rasulullah bersabda:

منْ فُتِحَ لَهُ مِنْكُمْ بَابُ الدُّعَاءِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَمَا سُئِلَ اللهُ شَيْئًا يُعْطَىأَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يُسْأَلَ الْعَافِيَةَ ، إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاء

“Barangsiapa diantara kalian yang dibukakan baginya pintu do’a, niscaya ia akan dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Dan tidaklah Allah dimintai sesuatu yang lebih Allah cintai dari meminta keselamatan (di dunia dan akhirat). Sesungguhnya do’a itu bermanfaat pada hal-hal yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi, maka hendaklah berdo’a wahai hamba-hamba Allah.” (At-Tirmidzi)

4. Do’a merupakan akhlaq orang-orang yang bertaqwa.

Allah telah mengisahkan tentang akhlaq para nabi yang selalu bersegera untuk berdo’a kepada-Nya . Sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya mereka (para nabi) selalu segera melakukan kebaikan dan selalu berdo’a kepada Kami dalam keadaan penuh harap dan rasa takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (di dalam beribadah/berdo’a kepada Kami).” (Al Anbiya’: 90)

Demikian pula Allah menyebutkan tentang akhlaq hamba-hambanya yang shalih, sebagaimana firman-Nya::

“Dan orang-orang (generasi) yang datang sesudah mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rabb-kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb-kami sesunggunya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10)

5. Do’a menunjukkan kemurnian tawakkal kepada Allah .

Rahasia dan hakekat tawakkal kepada Allah adalah menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah . Manakala ia berdo’a dengan penuh harap dan rasa takut hanya kepada Allah menunjukkan kemurnian tawakkalnya kepada-Nya. Dan sekaligus do’a itu sendiri merupakan salah satu sebab terbesar tercapainya apa yang ia inginkan. Perhatikanlah firman Allah:

“Maka beribadahlah kalian kepada Allah dan bertawakkallah kepada-Nya.” (Hud: 123)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan untuk bertawakkal setelah beribadah kepada-Nya . Padahal kita telah tahu bahwa do’a itu adalah ibadah, sebagaimana penjelasan di atas. Sehingga ayat tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu berdo’alah kepada Allah terlebih dahulu, baru kemudian bertawakkallah kepada-Nya.

6. Setiap do’a mendapat jaminan dari Allah selama tidak tergesa-gesa.

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو لَيْسَ بِإِثْمٍ وَلاَ قَطِيْعَةِ رَحْمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ إِحْدَى ثَلاَثٍ أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يُدَخِّرَهَا لَهُ فٍي الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَدْفَعَ عَنْهُ مِنَ السُّوء مِثْلَهَا

“Tidaklah seorang muslim berdo’a dengan sesuatu yang bukan untuk suatu dosa atau memutuskan silaturrahmi melainkan pasti Allah akan memberikan salah satu dari tiga hal; disegerakan baginya pengabulannya, disimpan baginya di akhirat, atau dihindarkan darinya keburukan yang semisal dengannya.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 547, dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri )

Dalam riwayat yang lainnya, Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

“Tidaklah seorang mukmin menghadapkan wajahnya kepada Allah memohon sesuatu, melainkan Dia akan memberikan, apakah dengan menyegerakan baginya di dunia atau menyimpan baginya di akhirat selama ia tidak tergesa-gesa.” Para sahabat bertanya: “Apa maksud dari tergesa-gesa?” Beliau menjawab:

دَعَوْتُ وَدَعَوْتُ وَلاَ أَرَاهُ يُسْتَجَابُ لِي

“Dia berkata: “Saya sudah berdo’a dan berdo’a, tetapi (toh) juga tidak dikabulkan.” (H.R. Ahmad, lihat Shahih Al Adabul Mufrad no. 548)

Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa do’a seorang muslim tidaklah sia-sia. Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Setiap orang yang berdo’a akan dikabulkan, hanya saja pengabulan itu berbeda-beda. Terkadang dikabulkan sesuai dengan permintaan, terkadang pula diganti dengan sesuatu yang lain. (Fathul Bari 10/95) Sehingga do’a itu bisa jadi dikabulkan sesuai dengan permohonannya, bisa jadi pula disimpan atau diganti yang lainnya sebagai bentuk kemurahan dari Allah , selama ia tidak tergesa-gesa. Karena sifat tergesa-gesa akan menimbulkan sikap su’uzhan (buruk sangka) kepada Allah .

Allah memiliki sifat Yang Maha Hikmah. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya, berbeda dengan manusia yang tidak mengetahui akibat urusannya. Terkadang manusia mencintai dan menginginkan sesuatu, padahal hal itu bisa menambah keburukan baginya, atau sebaliknya. Sebagaimana yang telah diterangkan di dalam firman Allah (artinya):

“Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu adalah amat baik bagi kalian, bisa jadi pula kalian menyukai sesuatu padahal itu adalah amat buruk bagi kalian. Allah yang mengatahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.” (Al Baqarah: 216)

Bukan berarti tidak dikabulkannya do’a menunjukkan jeleknya orang yang berdo’a secara mutlak. Dan dikabulkannya do’a juga tidak menunjukkan baiknya orang yang berdo’a secara mutlak. Bukankah Allah mengabulkan permintaan iblis dengan memberi tangguh sampai hari kiamat? Tetapi itu tidak menunjukan pemulian kepada iblis, justru itu sebagai penghinaan kepadanya agar dosanya bertambah, sehingga semakin keras siksaan dan semakin berlipat ganda kesengsaraan di akhirat nanti.

Waspada dari kelalaian berdoa kepada Allah

Setelah kita tahu tingginya kedudukan dan keutamaan do’a di sisi Allah , kita pun akan tahu pula tentang kerugian besar yang akan dialami oleh orang-orang yang cenderung mengabaikan dan melalaikan dari berdo’a kepada Allah, yaitu

1. Enggan dan lalai dari do’a tanda kesombongan pada dirinya.

Simak dan perhatikanlah firman Allah (artinya):

“Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan dirinya dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir: 60)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah juga menjelaskan bahwa do’a itu pada hakekatnya adalah ibadah, sehingga mengabaikan dan malalaikan dari berdo’a kepada-Nya merupakan tanda kesombongan pada dirinya karena ia tidak mau berdo’a kepada penciptanya dan pencipta seluruh alam semesta, pemberi rezki seluruh makhluk, yang menghidupkan dan yang mematikan, Dia-lah Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan ia adalah hamba yang lemah yang tidak mampu bergerak, berkata ataupun berbuat melainkan hanya dengan rahmat, kehendak, dan kekuasaan-Nya.

Allah berfirman (artinya):

“Wahai manusia, kalian adalah hamba-hamba yang faqir, yang (mesti) membutukan Allah (dalam segala sesuatu). Dan Allah adalah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

2. Enggan dan lalai dari berdo’a kepada Allah tanda kelemahan pada dirinya.

Rasulullah bersabda:

أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ

“Manusia yang paling lemah adalah orang yang paling lemah dalam berdo’a dan manusia yang paling kikir adalah orang yang kikir dalam mengucapkan salam.” (Ibnu Hibban, lihat Ash Shahihah no. 154)

3. Enggan dan lalai dari do’a akan mendapatkan murka dari Allah .

Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدْعُ اللهَ وَفِي رِوَايَةٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ سُبْحَانَهُ غَضِبَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang tidak mau berdo’a (dalam riwayat lain: tidak mau meminta) kepada Allah subahanahu, niscaya Allah memurkainya.” (At Tirmidzi no. 3372, Ibnu Majah no. 3827 dari sahabat Abu Hurairah , lihat Ash Shahihah no. 3654)

Kedua hadits di atas juga menguatkan bahwa orang yang enggan dan lalai dari berdo’a merupakan tanda kesombongan pada dirinya, karena tidak menyadari dirinya adalah makhluk yang lemah. Sehingga sangat pantas Allah murka kepada orang-orang yang enggan dan lalai dari berdo’a kepada-Nya .

Waallhu a’lam bish-showwab.

Al-faqir illalloh, Ummu ANas.6/11/09 (diambil dari berbagai sumber).

Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Hasan Al-Banna; Muassis dan Mursyid pertama Ikhwanul Muslimin

Penerjemah: Abu Ahmad

Allah SWT berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)“. (Al-Ahzab:23)

Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus, jika boleh dikatakan: bahwa mereka mampu mencapi puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya; sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini.

Siapakah Hasan Al-Banna?

Beliau adalah Hassan Ahmad Abdul Rahman al-Banna, lahir di kota Al-Mahmudiya, di bagian Delta Nil Provinsi Buhaira, Mesir, pada hari Ahad, tanggal 25 Sya’ban tahun 1324, bertepatan dengan tanggal 14 Oktober tahun 1906. Beliau termasuk dalam keluarga pedesaan yang sederhana dari kebanyakan bangsa Mesir lainnya sebagai petani di sebuah desa Delta yang disebut dengan desa “Syamsyirah” [dekat dengan pantai kota Rasyid berhadapan dengan kota Idvina, bagian dari kota Fawah, Propinsi Al-Buhaira].

Datuknya bernama Abdul Rahman, beliau adalah seorang petani dari keluagra sederhana, namun orang tua Hasan Al-Banna, Syeikh Ahmad tumbuh – sebagai anak bungsu- jauh dari aktiviti bertani; karena keinginan dari ibunya, sehingga beliau ikut dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an dan mempelajari hukum-hukum tajwid Al-Quran, dan kemudian belajar hukum syariah di Masjid Ibrahim Pasha di Alexandria, dan disaat menempuh pendidikan, beliau ikut bekerja di sebuah toko terbesar bagian refarasi jam di Alexandria, sehingga setelah itu beliau memiliki keahlian dalam memperbaiki jam dan berdagang, dan dari sinilah beliau terkenal dengan panggilan “As-sa’ati”

Selain itu, Orang tua Al-Banna juga memiliki keahlian dan menjadi bagian dari ulama hadits karena beliau pandai di bidang tersebut, sebagaimana beliau banyak melakukan aktiviti dalam mempelajari dan mengajar sunnah nabawiyah terutama kitab yang terkenal “al-fathu Robbani fi tartiibi musnad imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani”, dan dalam kehidupan seperti itulah tumbuh “Hassan al-Banna” mencetak banyak karakter darinya.

Awal Perjalanan

Hassan al-Banna memulai pendidikannya di sekolah tahfizhul Qur’an di Al-Mahmudiyah, dan mampu mentransfer ilmu dari banyak penulis sehingaa orang tuanya mengirim beliau kepada para penulis di dekat kota Al-Mahmudiyah. Namun waktu yang beliau tempuh di tempat para penulis sangat padat sehingga tidak mampu menyempurnakan hafalan Al-Qur’an; oleh karena terikat dengan peraturan para penulis, dan pada akhirnya beliau tidak mampu meneruskannya, lalu melanjutkan pendidikannya di sekolah tingkat SMP, meskipun ada pertentangan dari ayahnya, karena beliau sangat antusias terhadap dirinya untuk bisa menjadi penghafal Al-Qur’an, dan tidak setuju anaknya masuk sekolah SMP kecuali setelah bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di rumahnya.

Setelah menyelesaikan sekolah SMP beliau masuk ke sekolah “Al-Mu’allimin Al-Awwaliyah” di Damanhour, dan pada tahun 1923 masuk kuliah di Fakultas Dar El-Ulum di Kairo dan lulus pada tahun 1927, dan selain itu, beliau juga mampu meraih lebih ilmu-lainnya dari ilmu-ilmu yang diterima pada saat kuliah, terutama pada kurikulum pendidikan yang diberikan saat itu; seperti pelajaran ilmu al-hayah, sistem pemerintahan, ekonomi politik, sebagaimana beliau menerima pelajaran tentang bahasa, sastra, hukum, geografi dan sejarah, sehingga dengan itu semua, membuat beliua matang dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Beliau memiliki perpustakaan yang besar dan luas dirumahnya, di dalamnya terdapat ribuan buku, yang berisi tentang buku-buku yang terkait dengan tema yang tersebut diatas, dan ditambah dengan adanya empat belas jenis majalah dari majalah mingguan yang diterbitkan di Mesir seperti majalah al-muqtatof, majalah al-fath, majalah Al-Manar dan lain-lainnya, dan hingga saat ini perpustakaan beliau masih ada di bawah pengawasan anaknya ustadz ” “Saif al-Islam”.

Al-Banna menjalankan hidupnya selama 19 tahun sebagai guru sekolah dasar di Ismailia, dan kemudian di Kairo, dan ketika beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru pada tahun 1946 beliau telah mendapat level kelima untuk menjadi PNS, setelah itu beliau bekerja di surat kabar harian “Ikhwanul Muslimin”, dan kemudian beliau menerbitkan majalah bulanan sendiri yang bernama “As-Syihab” yang di mulai pada tahun 1947; hal tersebut dilakukan agar dirinya dapat mandiri dan sebagai sumber mata pencaharian, namun akhirnya majalah tersebut dibredel oleh karena dibubarkannya jamaah ikhwanul muslimin pada tanggal 8 Desember 1948.

Pengaruh dan dampak

Syeikh Hassan al-Banna, menerima banyak pengaruh dari beberapa ulama besar dan para guru, termasuk ayahnya sendiri, Syeikh Ahmed dan Syeikh Mohammed Zahran – pemilik majalah Al-Is’ad dan pemilik sekolah Ar-Rasyad, yang mana Hasan Al-Banna terdaftar di sekolah saat beliau menetap beberapa tahun di Mahmudiyah – begitupun Syeikh Tantawi Jauhari, penyusun kitab tafsir Al-Qur’an “Al-Jawahir”, dan beliau juga menjadi pemimpin redaksi koran yang diterbitkan pertama kali oleh Ikhwanul Muslimin pada tahun 1933, setelah lulus dari Dar el-ulum tahun 1927, Hasan Al-Banna menjadi guru pada salah satu sekolah dasar di kota Ismailiyah, dan berikutnya tahun 1928 mendirikan jamaah Ikhwanul Muslimin, tapi sebelum pendiriannya beliau telah banyak terlibat dalam sejumlah asosiasi dan kelompok agama, seperti “Jam’iyah Al-Adab Al-Akhlaqiyah”, dan “Jam’iyah Man’u Al-Muharramat” di Mahmudiya, dan “At-Tariqah Al-Hashofiyah” sebuah aliran tasawuf di Damanhour, sebagaimana beliau juga ikut berpartisipasi dalam pendirian jamaah Syubbanul Muslimin pada tahun 1927 dan beliau merupakan salah satu anggotanya. Yaitu, Setelah jamaah Ikhwanul Muslimin yang didirikannya telah tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai segmen masyarakat dan kota, bahkan pada akhir tahun empatpuluhan ikhwanul Muslimin telah menjadi kekuatan organisasi sosial-politik yang terstruktur di Mesir, juga telah memiliki cabang yang banyak yang tersebar di berbagai negara-negara Arab dan Islam.

Imam Al-Banna selalu menegaskna bahwa jamaah yang didirikannya bukan merupakan parti politik, tetapi merupakan kesatuan idea dari berbagai nilai-nilai kebaikan, dan berusaha untuk kembali kepada Islam yang benar dan bersih dan menjadikannya sebagai manhaj yang komprehensif untuk kehidupan.

Adapun manhaj perbaikan yang beliau lakukan adalah dengan cara “Tarbiyah” dan “progresif ” dalam melakukan perubahan yang diinginkan, dan inti dari manhaj yang diinginkan itu adalah membentuk “individu Muslim” lalu “Keluarga Islam”, “komunitas Muslim”, lalu “Pemerintahan Islam”, “Negara, dan khilafah Islam dan akhirnya mencapai pada “ustadziyatul alam” .

Imam Al-Banna memimpin jamaah Ikhwanul Muslimin selama dua periode [1928-1949], dan dalam kepemimpinannya banyak berhadapan dengan peperangan politik dengan pihak lain, khususnya partai Al-Wafd dan partai Al-Saadi. Adapun sebagian besar aktivitas dari Al-Ikhwan terfokus pada permasalahan di lapangan nasional Mesir yang terpuruk setelah pecah Perang Dunia II, dan pada saat itu beliau mengajak Mesir untuk keluar dari sterling blok sehingga dapat memberi tekanan pada Inggris untuk menanggapi permintaan nasional Mesir. Dalam konteks ini, Ikhwanul Muslimin mengadakan konferensi-konferensi, dan melakukan demonstrasi untuk menuntut hak-hak negara, juga memiliki serangkaian politik assassinations terhadap tentara dan pasukan Inggris, terutama di Terusan Suez.

Dan Al-Banna juga mengutamakan perhatiannya secara khusus terhadap isu Palestina, dan menganggapnya sebagai “Persoalan seluruh dunia Islam” dan beliau selalu menegaskan bahwa “Inggris dan orang-orang Yahudi tidak akan memahami kecuali hanya satu bahasa, yaitu bahasa revolusi, kekuatan dan darah”, beliau mengakui fakta adanya aliansi Barat Zionis terhadap Islam. Beliau juga mengajak untuk melakukan penolakan terhadap konsensus pemisahan dan pembagian negeri Palestina yang dikeluarkan oleh PBB tahun 1947, dan mengajak kepada seluruh umat Islam secara umum – dan Ikhwanul Muslimin secara khusus – untuk melakukan jihad di tanah Palestina demi mempertahankan tanah Arab dan Muslim, beliau berkata: “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan mengorbankan jiwa dan harta mereka untuk mempertahankan setiap jengkal dari bumi Palestina Islam dan Arab sehingga Allah mewarisi bumi ini dan orang-orang yang bersamanya “. Dan akhirnya pada tanggal 6 Mei 1948 Lembaga Pendiri Ikhwanul Muslimin mengeluarkan keputusan yang menegaskan jihad suci melawan Yahudi sang agresor, untuk itu Al-Banna mengirim brigade Mujahidin dari Ikhwanul Muslimin ke Palestina dalam perang tahun 1948. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Mesir melikuidasi jamaah Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember tahun 1948; sehingga, menyebabkan terjadinya bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan Pemerintah An-Nakrasyi.

Al-Banna memiliki pendapat yang tepat dan wawasan yang luas terhadap qadhiyah an-nahdhah (masalah kebangkitan) yang mampu membuat sibuk umat Islam sejak dua abad sebelumnya dan hingga sekarang masih didengungkan. Beliau menghubungkannya dengan masalah kemerdekaan dari kolonialisme dan ketergantungan pada Eropa dari satu sisi, dan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan yang harus dicapai oleh umat Muslim pada sisi yang lain, dan beliau mengatakan: “Kita tidak akan mampu melakukan perbaikan dan kita tidak bisa menerapkan konsep perbaikan secara internal selama kita belum merdeka dari intervensi dan campur tangan asing” Beliau juga mengatakan: “Tidak ada kebangkitan tanpa ilmu pengetahuan dan apa yang diraih oleh orang kafir -dalam menjajah- adalah karena dengan ilmu “, beliau melihat bahwa ketergantungan umat Islam pada Eropa terhadap tradisi dan kebiasaan-kebiasaannya dapat menghalangi kemerdekaan dan kebangkitan mereka, beliau berkata: “Bukankah sebuah paradoks yang aneh, kita meninggikan suara menuntut untuk merdeka dari Eropa dan melakukan protes keras terhadap segala tindak tanduknya, sementara di pihak lain kita meng agungkan tradisi-tradisinya dan terbiasa dengan adat-adatnya, dan bahkan kita lebih memilih produk-produknya?

Sebagaimana beliau juga melihat bahwa persoalan perempuan merupakan salah satu permasalahan sosial paling penting; karena itu, karena itu -sejak awal didirikannya Ikhwanul Muslimin- beliau banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan kaum perempuan, beliau membuat bagian khusus yang disebut dengan “Akhwat Muslimat”. Dan beliau selalu menekankan bahwa Islam telah memberikan kepada perempuan hak-hak pribadi, sipil dan politik, dan pada saat yang bersamaan, Islam juga meletakkan kaidah-kaidah yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam penerapan hak-hak tersebut

Namun Imam Al-Banna tidak hanya menyeru untuk mendirikan sebuah sistem pemerintahan keagamaan teokratis dengan pengertian yang dikenal oleh Eropa pada abad pertengahan, namun beliau menyeru untuk menerapkan hukum Islam berdasarkan aturan dari syura, kebebasan, keadilan dan kesetaraan.

Dan beliau menerima dengan lapang bentuk konstitusional undang-undang parlemen, dan menganggap lebih dekat sistem pemerintahan di seluruh dunia terhadap Islam, dan beliau melihat bahwa jika formula tersebut diterapkan, maka dipastikan akan mampu mewujudkan tiga prinsip yang melandasi aturan Islam; yaitu “tanggungjawab pemimpin, kesatuan umat dan penghargaan terhadap kehendaknya”.

Terbunuhnya Sang Imam

lokasi: Kairo, di distrik Al-Himliyah. Waktu: Pertengahan malam tanggal 12 Februari 1949. Kronologi: terdapat beberapa kendaraan polisi melaju di tengah keheningan malam, hingga mencapai pada salah satu jalan di distrik Al-Hilmiyah, Kairo, mereka bertugas menghentikan kendaraan yang melaju di jalan tersebut, beberapa tentara memblokade jalan dengan senjata lengkap,dan penjagaan diperketat terutama di sebuah rumah sederhana di yang ada di jalan tersebut, lalu sebuah mobil polisi melaju menuju rumah tersebut, satu barisan tentara memindahkan mayat dari mobil ke rumah tersebut dengan cepat, lalu mengetuk pintu yang ada di atasnya, seorang Syeikh berumur sembilan puluhan tahun membuka, lalu beberapa tentara masuk ke rumah tersebut sebelum mereka memasukkan tubuh yang sudah mati tersebut untuk mengkonfirmasi tidak ada orang lain di rumah tersebut, ultimatum yang keras disampaikan kepda syekh tersebut; tidak boleh ada suara, tidak boleh ada kegaduhan, dan bahkan tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengurus mayat tersebut, cukup anda dan keluarta yang ada di rumah, dan tepat jam sembilan esok pagi beliau harus dimakamkan.

Adapun Syeikh tersebut adalah orang tua almarhum, meskipun ia terketut, sekalipun ia sudah tua, dirinya mampu memakamkan anaknya sendirian, beliau membersihkan darah anaknya yang terkena peluru dan mendarat di sekujur tubuhnya.

Pada pagi harinya, petugas datang tepat waktu, mereka berkata: bawa sini anakmu untuk segera dikubur. Maka syeikh yang sudah berumur 90 tahun tersebut berseloroh: bagaimana saya membawanya? Seharusnya sebagian prajurit ikut membawanya! Namun para prajurit menolak, dan responnya adalah hendaknya orang-orang rumah yang membawanya. Saat itu almarhum meninggalkan beberapa anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih bayi.

Akhirnya tubuh yang sudah menjadi mayat dibawa oleh istrinya dan anak perempuannya dan dibantu oleh ayahnya, dan bagi siapa yang berani ikut membantunya maka akan ditangkap dan di penjara, akhirnya jenazah sampai ke masjid untuk di shalatkan, tidak ada yang ikut menyolatkannya kecuali ayahnya dan dibelakangnya anaknya (istri sang imam) dan anak-anak perempuan dari keturunannya, dan mereka juga yang turun ke kubur, lalu kembali ke rumah dengan penjagaan yang super ketat, demikian kronologi pembunuhan dan prosesi pemakaman As-Syahid Imam “Hassan al-Banna”, setelah itu banyak tetangganya yang ditangkap, tidak ada alasan lain kecuali hanya karena mengungkapkan takziah (belasungkawa) kepada keluarga yang ditinggal, dan blokade terus berlanjut tidak hanya di rumah karena khawatir banyak yang berdatangan untuk takziya, namun juga di sekitar kuburan sang imam, karena takut ada yang berani mengeluarkan mayatnya dan mengekspos kejahatan yang telah terjadi, bahkan banyak dari pihak kepolisian disebar di beberapa masjid; untuk segera ditutup kembali setelah ibadah shalat ditunaikan, karena takut ada seseorang yang berani menshalatkannya.

Di sisi lain seorang raja negara tersebut menunda dalam merayakan ulang tahun ke 11 Februari dari 12 Februari; untuk ikut merayakan bersama orang merayakan kematian sang imam, dan salah seorang intelektual menceritakan bahwa dirinya menyaksikan salah satu perayaan di sebuah hotel di Amerika Serikat, dan ketika diceritakan alasan perayaan ini, ia dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan karena kematian Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Jika kebenaran ada pada musuh, maka sesungguhnya pusat penelitian di Prancis dan Amerika ikut berpartisipasi dalam peletakan seratus orang yang paling terpengaruh di dunia pada abad kedua puluh, dua dari dunia Arab adalah: Imam As-Syahid “Hassan al-Banna”, dan yang lainnya adalah Gamal Abdul Nasser.

Buku-buku karangan imam Hasan Al-Banna

Tidak ada yang dimiliki oleh Hassan al-Banna dari literatur buku atau karangan-karangannya kecuali berupa risalah, baik kumpulan dan cetakan dengan judul buku “Majmuah Rasail imam Hasan Al-Banna” sebagai referensi utama dalam memahami pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin secara umum. Beliau juga memiliki buku mudzakarah yang dicetak beberapa kali dengan judul “Mudzakirah da’wah wa da’iyah”, selain itu beliau juga memiliki majalah dan riset-riset kecil dalam jumlah yang besar, seluruhnya tersebar dalam koran-koran dan majalah Ikhwanul Muslimin yang dimuat pada tahun tiga puluh dan empatpuluhan tahun yang lalu.

Rahimahullah Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Monday, February 8, 2010

sabar.....x semudah kata..!

salam ukhwah semua.....

alhamdulillah diberi kesempatan waktu untuk mencoret luahan hati ini...
sebenarnya saya pun bukan la orang yang suka meluahkan perasaan tp pd ketika ini hati tergerak utk menulis....

ingin berkongsi pengalam... baru2 ne sebagai ketua blok ditugaskan tuk mencari peserta2 unyuk memasuki pertandingn smpena English week, alhamdulillah dapt la cari peserta2 ya 'sanggup masuk' pertandingan 2...

namun, bila tarikh dan hari nyer tibe...x der sape pun nak join....masing2 sbuk nagn test dak kelas ganti...x leh nak salahkan mereka jugk..mungkin akademik lg penting...

pd hari sabtu pula, pertandingan explorace, peserta yg janji nak masuk pun x de...jd sebagai alternati saya pun terpaksa masuk....yg sedih sgt ader yg beria2 nak join tp bla saya hubungi tga tdow..! sabarnyer saya...

nasib bek ngn kuasa yg ader, dgn selambnyer saya ajak akak2 kaunselor pelatih dr umt tuk join group saya....
Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah...kami berjaya mendapat tempat pertama.......


berkat kesabaran....


-tekenang bagaimana Rasulullah saw mengharungi segala rintangn n cabaran dlm mnyebarkan dakwah islamiah....sabarnya Baginda.!!!!!!!!!!

Zinnirah...


Wanita Buta yang Celik Hatinya...


Wanita mithali ini bukanlah terkenal kerana kecantikan atau kebangsawanan. Dia memang tidak memiliki kecantikan atau kekayaan. Dia hanyalah seorang hamba kepada Umar al-Khattab sebelum keislamannya. namun dia memiliki aqidah tauhid yang menebal pada zaman penentangan Islam.
Biarpun fizikal wanita ini diseksa dgn berbagai-bagai kesakitan, penderitaan & kesusahan tetapi hatinya tetap kpd Allah swt. Dia menerima penyeksaan itu walaupun tubuhnya hancur akibat pukulan demi pukulan, sepakan terajang & hantukan. Namun, demi Islam
dia tidak akan menyerah kalah.

Zinnirah, begitulah indah namanya, mungkin tidak ramai yg tahu kisah ketabahan & keagungan cintanya kpd Allah swt. Wanita ini tidak punya ijazah, tidak terkenal di dunia, tidak mempunyai harta apalagi memiliki pangkat yg besar. Namun, Allah swt memuliakan dan memberi penghormatan yg tinggi kepadanya.

Dunia dan segala isinya bukan lagi matlamat. Sekalipun dilonggokkan emas sebesar Bukit Uhud, dia tidak akan menukar aqidah yg telah bertunjang di hatinya. Menurut riwayat islam, Zinnirah adalah di
antara org yg awal memeluk Islam.Zaman awal Islam penuh cubaan. Sesiapa yg memeluk Islam, tidak
seorang pun bebas drpd pelbagai penderitaan, kecaman, kata nista dan penindasan.Zinnirah mengalami itu semua. Wanita berbangsa Rom ini telah ditawan dan dijual di Kota Makkah.Kemudian Umar al-Khattab membelinya dgn harga yg murah utk dijadikan hamba, seterusnya menjadi tawanan tuannya.

Pada peringkat awal, Zinnirah cuba menyembunyikan pengislamannya drpd diketahui oleh Umar.Dia melakukan ibadah ketika org lain tiada di rumah atau pada waktu tengah malam ketika org lain sedang nyenyak tidur. Namun, lama kelamaan amalan solehahnya dapat dicium oleh musuh.

Sudah tentu org yg paling marah ialah tuannya sendiri iaitu Umar. Siapakah yg tidak kenal dgn Umar al-Khattab yg terkenal dgn sikap kejam, bengis, ganas, garang, tidak berhati perut, tidak berperi kemanusiaan itu. Umar terus menampar Zinnirah, menendang, mengikat kedua belah kaki tangan
Zinnirah. Kemudian, dijemur di tgh panas mentari. Bayangkanlah antara seksaan yg dihadapinya. Sungguh panas padang pasir pada waktu siang dan terlalu sejuk pada waktu malam, badannya dihempap dgn batu besar dan 1001 macam penyeksaan yg diterimanya.

Dalam keperitan fizikal, Zinnirah masih mampu menguntum senyuman. Hatinya tidak putus-putus mengucapkan " Allah, Allah, Allah, Allahu Akbar, Allah lah yg Maha Besar ". Dan hatinya berbisik, " Ini untuk-Mu wahai Tuhan, aku membeli kesusahan ini utk mendapat kesenangan diakhirat ". Begitulah
ungkapan katanya yg menjadi penawar utknya.

Kemuncak penyeksaan yg diterima oleh Zinnirah ialah matanya dicucuk dgn besi tajam dan akhirnya gelaplah seluruh pandangan. Hatinya masih mampu berbisik," Tuhan, walau aku dibunuh mati, aku lebih rela daripada menjual agama-Mu ini Tuhan. Semakin aku diuji, semakin terasa kehebatan dan
keagungan-Mu Tuhan. Panahan cinta dari-Mu itulah makin menguatkan diri ini utk menerima apa shj. Cuma satu permintaanku, berilah petunjuk kpd org yg menyeksaku ini.

Ternyata doa org teraniaya ini makbul. Akhirnya Umar memeluk Islam setelah mendapat hidayah Allah swt melalui adiknya, Fatimah. Malah Saidina Umar menjadi sahabat yg tergolong Khulafa Arrasyidin...Sifat pembengisnya bertukar menjadi lembut, garang bertukar kpd pemaaf,bakhil bertukar pd pemurah,tidak berhati perut kpd bertimbang rasa, gila dunia kpd gila akhirat.

Kembali kpd Zinnirah, walaupun matanya buta utk melihat alam maya tapi hatinya tidak buta utk menerima cahaya kebenaran Islam. Pandangan hati boleh menembusi pandangan zahir. Apabila melihat keadaan Zinnirah, org-org Quraisy cuba mempermain-mainkannya. Mereka mengatakan Zinnirah buta kerana menerima laknat dari Tuhan mereka iaitu, latta dan Uzza.

Zinnirah menolak penghinaan itu. Baginya kedua berhala itu tiada sedikitpun kena mengena dgn matanya. Dia cuba meyakinkan mereka bahawa masalah buta itu adalah dtg drpa Allah swt. Maka Allahlah yg berkuasa mengembalikan pancainderanya seperti biasa.Berlakulah sedikit kekecohan, org-org Qurais mencabar Zinnirah kerana mempertahan dirinya. Umar pula sudah berhenti menyeksa kerana bosan melihat ketabahan hatinya.

Hambanya tidak mahu sedikitpun berganjak drpd keimanan kpd Allah swt. Tiada siapa yg boleh menolak ketentuan Tuhan. Apabila Allah swt mengambil sekejap nikmat mata, kemudian memulangkannya semula kpd Zinnirah. Allah swt menggantikannya dgn mata yg lebih baik. Zinnirah boleh melihat seperti biasa, lebih terang drpd matanya yg asal. Demikianlah pertolongan Allah swt
kepadanya bagi menguatkan lagi keimanannya. Tidak lama kemudian, Saiyidina Abu Bakar dtg menyelamatkan Zinnirah dgn membelinya dgn harga tinggi. Terselamatlah dia drpd menjadi penindasan org-orgkafir.

Di antara sifat wanita yg solehah ini, dia sentiasa merasa Allah swt memerhatikan dirinya, setiap detik dan saat. Apabila nafsunya mengajak berbuat sesuatu perkara yg mungkar, segera pula hatinya bertindak balas dgn mengatakan Allah swt Maha Melihat. Nafsu yg mahu berbuat segera ditepis dgn
katanya," wahai nafsu mengapa engkau tidak takut dgn neraka?".

Hati Zinnirah sentiasa terpimpin, begitu juga dgn akhlaknya. Hasilnya, hati dan jiwa merasa aman drpd kongkongan hawa nafsu. Kemerdekaan jiwa inilah yg diperolehi oleh Zinnirah, wanita yg tidak terkenal didunia tetapi terkenal di langit.

Marilah kita berazam dgn membulatkan sepenuh pengharapan memohon pada Allah swt supaya sentiasa mendapat petunjuk dan hidayah. Sekiranya diuji dgn pelbagai dugaan biarlah hati kita setabah Zinnirah.Biarlah iman kita sekuat dirinya. Biarlah hati kita terus celik...inilah idola kita, Zinnirah....

'Ainul Mardhiah...

'Ainul Mardhiah merupakan seorang bidadari yang
paling cantik dikalangan bidadari-bidadari yang lain
( bermaksud mata yang di redhai )
Suatu pagi (dalam bulan puasa) ketika
nabi memberi targhib (berita-berita semangat di
kalangan sahabat untuk berjihad pada agama
Allah) katanya siapa-siapa yang keluar di jalan
Allah tiba-tiba ia shahid, maka dia akan
dianugerahkan seorang bidadari yang paling cantik
dikalangan bidadari2 syurga. Mendengar berita itu
seorang sahabat yang usianya sangat muda
teringin sangat nak tahu bagaimana cantiknya
bidadari tersebut.... tetapi dia malu nak
bertanyakan kepada nabi kerana malu pada
sahabat-sahabat yang lain. Namun dia tetap beri
nama sebagai salah sorang yang akan
keluar/pergi. Sebelum Zohor sunnah nabi akan
tidur sebentar (dipanggil khailulah, maka sahabat
yang muda tadi juga turut bersama jemaah tadi...
tidur bersama-sama....

Dalam tidur tersebut dia bermimpi berada di satu
tempat yang sungguh indah, dia bertemu dengan
seorang yang berpakaian yang bersih lagi cantik
dan muka yang berseri2 lalu ditanyanya
dimanakah dia... lalu lelaki itu menjawab inilah
syurga. Lalu dia menyatakan hasrat untuk
berjumpa dengan 'Ainul Mardhiah... lalu
ditunjuknya di suatu arah maka berjalan dia... di
suatu pepohon beliau mendapati ada seorang
wanita yang tak pernah dia lihat kecantikan
begitu... takpernah dilihat didunia ini... lalu diberi
salam dan dia bertanya andakah ainul mardhiah...
wanita itu menjawab ehh tidakk... saya
khadamnya ainul mardhiah ada di dalam
singgahsana sana.

Lalu dia berjalan dan memasuki satu mahligai
yang cukup indah dan mendapati ada seorang lagi
wanita yang kecantikannya berganda-ganda dari
yang pertama tadi sedang mengelap permata-mata
perhiasan di dalam mahligai.... lalu diberi salam
dan di tanya lagi adakah dia ainul mardiah lalu
wanita itu menjawab... eh tidakkk saya hanya
khadamnya di dalam mahligai ini... ainul mardiah
ada di atas mahligai sana,..... lalu dinaikinya anak-
anak tangga mahligai permata itu kecantikkannya
sungguh mengkagumkan... lalu dia sampai ke
satu mahligai dan mendapati seorang wanita yang
berganda-ganda cantik dari yang pertama dan
berganda-ganda catiknya dari yang kedua.... dan
tak pernah dia lihat di dunia.... lalu wanita itu
berkata ... akulah ainul mardhiah, aku diciptakan
untk kamu dan kamu diciptakan untk aku.... bila
lelaki itu mendekatinya wanita itu menjawab...
nantiii kamu belum syahid lagiiii...... tersentak itu
pemuda itu pun terjaga dari tidurnya lalu dia
menceritakan segala-galanya kepada satu sahabat
lain, namun begitu dia memesan agar jangan
menceritakan cerita ini kepada nabi SAW... tapi
sekiranya dia shahid barulah ceritakan kepada
nabi.

Petang itu pemuda itu bersama-sama dengan
jemaah yang terdapat Nabi di dalamnya telah
keluar berperang lalu ditakdirkan pemuda tadi telah
shahid. Petang tersebut ketika semua jemaah
telah pulang ke masjid, di waktu hendak berbuka
puasa maka mereka telah menunggu makanan
untuk berbuka (tunggu makanan adalah satu
sunnah nabi). Maka kawan sahabat yang shahid
tadi telah bangun dan merapati nabi SAW dan
menceritakan perihal sahabat nabi yang sahaid
tadi... dalam menceritakan itu nabi menjawab
benar... benar... benar... dalam sepanjang cerita
tersebut. Akhirnya nabi SAW berkata memang
benar cerita sahabat kamu tadi dan sekarang ini
dia sedang menunggu untuk berbuka puasa di
syurga.... subhanallah...